Saat ini, rumah singgah milik Pemerintah Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, yang terletak di Jalan Percetakan Negara II, Gang DPS, nomor 7, RT 13, RW 6, Johar Baru, Jakarta Pusat, menampung belasan warga yang tengah sakit dan menunggu pengobatan di rumah sakit.
Rumah singgah yang berdiri tahun 2012 terdiri dari dua lantai. Rumah ini bisa menampung 18 pasien. Warga yang mondok di sana umumnya berasal Kepulauan Bangka Belitung.
Pengurus rumah singgah Dwi Sasongko (39) mengatakan saat ini yang tinggal di sini 11 orang, tiga di antaranya anak-anak. Ketiga anak yaitu Desi Cahramadani atau Ica (6) yang mengidap kanker Neuroblastoma, Syakira (6 bulan ) yang lahir tanpa bola mata (Anopthalmia) dan kelainan tujuh organ tubuh lainnya, serta Hendri Gunawan (12) yang mengidap gagal ginjal.
"Di sini ada sekitar 11 pasien, yang tiga anak-anak. Sisanya pasien yang dewasa yang dirawat di RS Dharmais satu pasien dan sisanya rawat jalan," ujar Dwi kepada Suara.com, hari ini.
Mereka umumnya sedang menunggu layanan pengobatan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.
Dwi menceritakan rumah singgah ini memiliki fasilitas, seperti tempat tidur, kipas angin, dan lemari.
"Kalau untuk biaya makan masing-masing. Tapi kita disini sediakan dapur untuk masak sendiri, kalau untuk biaya gasnya mereka antar pasien biasanya ngumpulin uangnya untuk patungan beli gas. Jadi di sini mereka tinggal aja," kata dia.
Dwi mengatakan Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Erzaldi Rosman Djohan memberikan bantuan seperti beras, indomie, dan telur setiap dua bulan sekali. Bantuan juga datang dari Pemerintah daerah Bangka Tengah dan Baznas setahun sekali.
"Kadang ada bantuan dari anggota DPRD (Bangka Tengah) kalau lagi kunjungan kesini. Kalau kesini beli beras, kasih uang," kata Dwi.
Biaya Berobat
Dwi mengatakan biaya pengobatan pasien tidak ditanggung oleh pengelola rumah singgai. Keluarga pasienlah yang membiayai semua urusan pengobatan.
"Mereka yang dirujuk berobat ke Jakarta, biasanya diberi tahu untuk tinggal di sini. Nantinya mereka menghubungi kami nanti kami siapkan. Kadang ada juga pasien yang minta kita jemput kalau tidak tahu lokasinya," tutur pria asal Bangka.
Rumah singgah diurus oleh tiga orang yaitu satu penjaga, satu supir ambulance, dan satu orang lagi pendamping pasien.
"Kalau saya nemenin pasien dari administrasi, cara berobat seperti apa, nanti kalau mereka sudah bisa, mereha berobat sendiri. Kalau minta tolong atau nggak ada pendamping bisa temenin, terus asalkan pasien aman," kata dia.
"Karena fasilitas disini terbatas, kadang namanya orang berobat, kita nggak tahu besok ada yang datang lagi kan kesini, hanya fasilitasnya kurang. Kadang kita bingung sendiri, ada yang tinggal, tapi kamarnya nggak ada, karena kalau kita minta ke Pemda itu nggak langsung turun bantuannya, harus dianggarkan dulu," Dwi menambahkan.
Rumah singgah yang berdiri tahun 2012 terdiri dari dua lantai. Rumah ini bisa menampung 18 pasien. Warga yang mondok di sana umumnya berasal Kepulauan Bangka Belitung.
Pengurus rumah singgah Dwi Sasongko (39) mengatakan saat ini yang tinggal di sini 11 orang, tiga di antaranya anak-anak. Ketiga anak yaitu Desi Cahramadani atau Ica (6) yang mengidap kanker Neuroblastoma, Syakira (6 bulan ) yang lahir tanpa bola mata (Anopthalmia) dan kelainan tujuh organ tubuh lainnya, serta Hendri Gunawan (12) yang mengidap gagal ginjal.
"Di sini ada sekitar 11 pasien, yang tiga anak-anak. Sisanya pasien yang dewasa yang dirawat di RS Dharmais satu pasien dan sisanya rawat jalan," ujar Dwi kepada Suara.com, hari ini.
Mereka umumnya sedang menunggu layanan pengobatan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.
Dwi menceritakan rumah singgah ini memiliki fasilitas, seperti tempat tidur, kipas angin, dan lemari.
"Kalau untuk biaya makan masing-masing. Tapi kita disini sediakan dapur untuk masak sendiri, kalau untuk biaya gasnya mereka antar pasien biasanya ngumpulin uangnya untuk patungan beli gas. Jadi di sini mereka tinggal aja," kata dia.
Dwi mengatakan Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Erzaldi Rosman Djohan memberikan bantuan seperti beras, indomie, dan telur setiap dua bulan sekali. Bantuan juga datang dari Pemerintah daerah Bangka Tengah dan Baznas setahun sekali.
"Kadang ada bantuan dari anggota DPRD (Bangka Tengah) kalau lagi kunjungan kesini. Kalau kesini beli beras, kasih uang," kata Dwi.
Biaya Berobat
Dwi mengatakan biaya pengobatan pasien tidak ditanggung oleh pengelola rumah singgai. Keluarga pasienlah yang membiayai semua urusan pengobatan.
"Mereka yang dirujuk berobat ke Jakarta, biasanya diberi tahu untuk tinggal di sini. Nantinya mereka menghubungi kami nanti kami siapkan. Kadang ada juga pasien yang minta kita jemput kalau tidak tahu lokasinya," tutur pria asal Bangka.
Rumah singgah diurus oleh tiga orang yaitu satu penjaga, satu supir ambulance, dan satu orang lagi pendamping pasien.
"Kalau saya nemenin pasien dari administrasi, cara berobat seperti apa, nanti kalau mereka sudah bisa, mereha berobat sendiri. Kalau minta tolong atau nggak ada pendamping bisa temenin, terus asalkan pasien aman," kata dia.
"Karena fasilitas disini terbatas, kadang namanya orang berobat, kita nggak tahu besok ada yang datang lagi kan kesini, hanya fasilitasnya kurang. Kadang kita bingung sendiri, ada yang tinggal, tapi kamarnya nggak ada, karena kalau kita minta ke Pemda itu nggak langsung turun bantuannya, harus dianggarkan dulu," Dwi menambahkan.