Rohingya, Fadli Sebut RI Belum Tunjukkan Negara Muslim Terbesar

Selasa, 05 September 2017 | 11:24 WIB
Rohingya, Fadli Sebut RI Belum Tunjukkan Negara Muslim Terbesar
Ketua DPR Fadli Zon. (suara.com/Dian Rosmala)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Wakil Ketua DPR dari Fraksi Gerindra Fadli Zon menilai peran Indonesia membantu menangani krisis kemanusiaan terhadap masyarakat Rohingya, Myanmar, masih minim. Padahal, menurut dia, Indonesia sebagai ‎pimpinan negara di Asia Tenggara seharusnya dapat mengambil konkrit.

‎"Bantuan-bantuan juga masih relatif masih normatif belum menunjukkan gesture sebagai negara besar di kawasan Asia Tenggara termasuk juga negara muslim terbesar, tidak hanya di kawasan Asia Tenggara, tapi juga di dunia. Jadi peran indonesia sangat minimalis dalam persoalan Rohingya. Bahkan bisa dibilang kalah dibandingkan civil society yang membangun rumah sakit, membangun sekolah dan sebagainya yang berada di garis depan di Myanmar," kata Fadli di DPR, Jakarta, Selasa (5/9/2017).‎

Fadli mengatakan kejahatan kemanusiaan yang menimpa etnis Rohingya sudah terjadi bertahun-tahun.

"Saya kira ini persis apa yang terjadi dengan genosida yang ada di negara-negara lain, seperti di Balkan pada waktu itu. Dan ini (Rohingya) termasuk di regional kita, di kawasan kita, Asia tenggara," kata dia.‎

Fadli mendukung desakan agar Komite Hadiah Nobel mencabut penghargaan Nobel Perdamaian yang pernah diberikan kepada tokoh Myanmar, Aung San Suu Kyi, karena tak berbuat banyak untuk menghentikan kekerasan terhadap etnis Rohingnya.

"Bagaimana dia (Aung San Suu Kyi) mau ikut dalam perdamaian dunia kalau di wilayahnya sendiri dia secara de facto berkuasa, tapi tidak mampu melakukan itu. Jadi sebenarnya tidak pantas dia menyandang sebagai orang yang ‎menerima hadiah nobel di bidang perdamaian," tutur Fadli Zon.‎

Anggota Komisi III DPR ‎Didik Mukrianto Kekerasan menambahkan kejahatan kemanusiaan terhadap warga Rohingya tidak bisa ditoleransi dari sudut pandang manapun.

"Kejadian di Rohingnya ini adalah kejahatan kemanusiaan dan pelanggaran HAM yang sangat serius. Kebiadaban terhadap etnis Rohingnya yang diluar batas kemanusiaan ini harus segera dihentikan dan diutus tuntas. Saya mengecam dan mengutuk keras peristiwa yang sangat kejam dan diluar batas nalar manusia atas etnis Rohingya di Myanmar" tutur Didik.

Dia mendorong pemerintah Indonesia aktif melakukan diplomasi untuk membantu menangani kasus tersebut.

"Saya berharap pemerintah Indonesia terus aktif melakukan diplomasi, menjadi prakarsa dan terus mengingatkan pemerintah Myanmar dengan Aung San Suu Kyi agar melakukan tindakan nyata atas kebiadaban terhadap etnis Rohingya. Ini sudah menjadi perhatian dunia. Bukan hanya negara Islam, bukan hanya Indonesia dan Asean," tambah Didik.‎

Pemerintahan Myanmar, negara-negara Asean, dan PBB didesak untuk turun tangan menghentikan krisis kemanusiaan di Myanmar, termasuk memulihkan hak dan psikologis korban.

"Kejahatan kemanusiaan di Rohingnya yang sangat kejam dan biadab ini menjadi persoalan serius dan tanggung jawab bukan hanya oleh pemerintah Myanmar, tapi juga menjadi kewajiban Asean dan PBB. Karena Genosida atau etnis cleansing menjadi kejahatan berat dan pelanggaran HAM yang sangat berat dan tidak bisa ditoleransi," kata Sekjen Ikatan Alumni Universitas Trisakti ini.

Didik mendesak Aung Sa Suu Kyi segera mengambil sikap.

"Sebagai pertanggungjawaban atas dinobatkannya Aung San Suu Kyi sebagai tokoh perdamaian oleh dunia, Saya berharap saatnya beliau menunjukkan wisdom dan keberpihakan nyata terhadap kemanusiaan," kata Sekretaris Fraksi Demokrat.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI