Sementara itu, hampir 60.000 warga Rohingya menyeberang ke Bangladesh dari Myanmar sejak pekan lalu, menambah tekanan pada kelangkaan sumber daya yang dimiliki badan bantuan dan masyarakat setempat, yang sudah membantu ratus-ribuan pengungsi dari serangan sebelumnya di Myanmar.
Sejumlah rincian tentang bencana tersebut, yang terkumpul dari sumber Perserikatan Bangsa-Bangsa di kabupaten Cox's Bazar di Bangladesh ialah bahwa pekerja bantuan di wilayah tersebut mengatakan sumber daya, termasuk bahan untuk penampungan darurat, air bersih dan makanan, sangat dibutuhkan dan kepadatan pengungsi permukiman darurat menjadi masalah utama. Arus pengungsi juga menyulitkan pengenalan akan pendatang baru.
Selain itu, dengan 10.000 orang lain saat ini terjebak di daerah tidak bertuan di antara kedua negara itu, mereka memperkirakan lebih banyak orang menyeberangi perbatasan daripada saat kemelut pada musim gugur tahun lalu, saat lebih dari 70.000 orang menyeberang.
Di samping itu, cadangan biskuit berenergi tinggi tidak cukup untuk makan semua pendatang baru, dan memberi beras untuk yang menyeberang sejak Oktober "mungkin bermasalah".
Baca Juga: Ini yang Dilakukan Indonesia untuk Bantu Rohingya
Di antara pendatang baru, sekitar 16.000 adalah anak usia sekolah dan lebih dari 5.000 berusia di bawah lima tahun, yang memerlukan vaksin. Jumlah anak-anak tanpa pendamping dan terpisah sangat tinggi dan banyak yang trauma dan kelaparan serta memerlukan makanan kering segera dan dukungan kejiwaan. (Antara)