Suara.com - Jenis kanker yang diderita gadis kecil asal Bangka Selatan, Desi Cahramadani atau Ica, langka. Neuroblastoma namanya.
Ica sekarang ini sedang berjuang melawan kanker tersebut. Salah satu perjuangannya, dia harus mengikuti kemoterapi di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta Pusat.
Ketika ditemui Suara.com tempat pemondokan sementara, rumah singgah milik Pemerintah Kabupaten Bangka Tengah yang terletak di Jalan DPS, Johar Baru, Jakarta Pusat, kedua orangtua Ica, Suyamto dan Pemiluwati, bercerita tentang bagaimana dia menghadapi situasi sulit ini.
“Kalau lihat perbedaan yang dulu sama sekarang sampai nggak percaya,” kata Pemiluwati.
Dari foto wajah Ica, terlihat betul betapa wajahnya berubah total.
Mengetahui perubahan drastis pada area sekitar wajah Ica setelah kena penyakit itu, perasaan Suyamto begitu kacau.
“Awal tahu anak saya seperti ini, pikiran saya kacau, apalagi lihat anak seumuran dia harusnya masih main, tapi udah sakit dan harus kemoterapi terus,” ujar Suyamto.
Orangtua Ica kemudian menceritakan bagaimana proses kemoterapi yang dilalui Ica. Ica selama ini sudah melakukan empat kali kemoterapi. Hasilnya membuat orangtuanya sedikit bernafas lega. Daging sebesar 9,6 sentimeter yang tumbuh di bagian mata kanan Ica sedikit demi sedikit kempes.
Besar daging yang tumbuh di mata kanan Ica kini tinggal tersisa tiga sentimeter.
“Sakitnya itu udah dari Januari, tapi alhamdulillah setelah kemoterapi banyak perubahan dari Icanya,” ujar Pemiluwati.
Tiap kali selesai kemoterapi, Ica sering masuk ke IGD karena merasakan sakit dan pendarahan pada hidung dan tinja.
“Sendi tulangnya sakit, terus panas, dan akhirnya kita pijitin tapi masih suka sakit,” ujarnya.
Pemiluwati mengatakan hari-hari Ica selama di Jakarta lebih banyak dihabiskan di rumah sakit ketimbang di rumah singgah.
Yang membuat Pemiluwati sedih lagi ialah warna sekujur tubuh Ica berubah kehitaman tiap kali selesai kemoterapi. Kemudian, rambutnya juga rontok.
Ica juga kehilangan berat badan semenjak sakit. Pemiluwati mengatakan dulu badan Ica gemuk dan mengemaskan, namun sekarang tinggal 16 kilogram.
Menurut Suyamto semenjak menjalani kemoterapi, tingkat emosional Ica meningkat.
“Jadi agak sensitif, kalau nggak sesuai sama apa yang dia mau pasti langsung marah-marah,” ujarnya.
Orangtua mengetahui Ica sakit sejak Januari 2017. Tetapi ketika itu karena kekurangan uang, Suyamto dan Pemiluwati baru bisa membawa Ica ke Jakarta pada April 2017.
Di satu sisi orangtua bersyukur karena ada perkembangan positif dari Ica. Tetapi di sisi lain, mereka juga nelangsa karena persediaan uang makin menipis. Maklum, semenjak pergi ke Jakarta, praktis mereka tidak bisa bekerja lagi.
Sebenarnya Suyamto ingin pulang ke Bangka untuk mencari uang. Tetapi, dia bimbang bukan main untuk meninggalkan Ica yang masih harus menunggu jadwal kemoterapi.
“Terakhir kontrol, saya nanya operasi malah jawabannya kurang mengenakan dari dokter. Jadi saya takut dan ikuti apa kata dokter aja,” kata dia. (Maidian Reviani)