Kisah Bocah Ica Berjuang Sembuhkan Kanker Langka

Siswanto Suara.Com
Minggu, 03 September 2017 | 12:08 WIB
Kisah Bocah Ica Berjuang Sembuhkan Kanker Langka
Desi Cahramadani atau Ica (6) [suara.com/Maidian Reviani]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ketika ditemui hari itu, Desi Cahramadani atau Ica (6) sedang asyik bermain. Secara kasat mata, bocah asal Bangka Selatan ini tak ada yang menyangka kena serangan penyakit Neuroblastoma. Neuroblastoma merupakan jenis kanker langka yang berkembang dari neuroblasts atau sel-sel saraf yang belum matang pada anak-anak.

Saat ini, Ica dan kedua orangtua, Suyamto (34) dan Pemiluwati (30), tinggal untuk sementara waktu di rumah singgah milik Pemerintah Kabupaten Bangka Tengah yang terletak di Jalan DPS, Johar Baru, Jakarta Pusat. Icha sedang berjuang untuk mendapatkan layanan kesehatan dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta Pusat.

“Awalnya itu flu nggak sembuh-sembuh, tapi anehnya cuma sebelah kanan aja pileknya,” ujar Pemiluwati ketika mulai menceritakan apa yang terjadi pada putrinya.

Dia belum berpikir terlalu jauh mengenai masalah yang dialami Ica. Ica hanya diberi obat-obat biasa dengan harapan dapat mengusir flu.

Dua bulan kemudian, kata Pemiluwati, hidung Ica mulai mengeluarkan aroma yang tidak sedap.

“Waktu flu dua bulan, kirain flu biasa kita pakai obat-obat biasa juga, tapi kok ya lama-lama baunya kaya telur busuk gitu,” ujarnya.

Selain aroma tak sedap, muncul bengkak dan garis hitam di bagian bawah mata kanan Ica.

Suyamto menambahkan terdapat bisul kecil di sana. Tetapi, lama kelamaan, bisul tersebut membesar. Dua bulan kemudian mata kanan Ica tertutup daging sebesar sekitar 9,5 sentimeter.

Dokter yang menangani Ica ketika itu bertanya apakah anak ini pernah jatuh. Suyamto pun bercerita.

“Seabis dibilang gitu sama dokter saya langsung tanya saudara di Bangka. Ternyata, Ica pernah jatuh dari motor saat keponakan beli pulsa dan jatuhnya itu posisinya sebelah kanan,” kata Suyamto.

Ketika jatuh dari sepeda motor, Ica masih berumur 2,5 tahun. Ternyata, efeknya baru terlihat setelah dia genap berumur enam tahun.

Kehilangan masa kecil

Gara-gara penyakit itu, Ica putus sekolah dan berpisah dengan teman-teman di kampung. Dia harus dibawa ke Jakarta untuk mencari pengobatan. Neuroblastoma membuat mata kanan Ica menjadi tidak berfungsi.

Ica dan Suyamto bersyukur mendapatkan kemudahan untuk tinggal sementara di rumah singgah.

“Di sini kan Bangka Tengah, kita dari selatan, terus minta surat rekomendasi dari Pak Erzaldi (Erzaldi Rosman Djohar, gubernur Kepulauan Bangka Belitung) dan terus akhirnya kita dapat di sini. Prosesnya juga nggak ribet, pak gubernur cuma mau lihat kondisi anak kita bagaimana terus siapa orang tuanya,” kata Suyamto.

Pemiluwati bercerita ketika hendak pergi ke Jakarta dari Bangka Belitung. Dia sempat kesulitan berangkat karena masalah keuangan.

“Waktu ke Jakarta itu akhir April, sebelumnya kita sudah dapat surat rujukan ke Jakarta lama banget sebelum memutuskan pergi, namun karena masalah dana ya nggak ada jadi kita sempat nunda, padahal kondisi Ica sudah parah dan disuruh cepat-cepat ke sini,” ujar Pemiluwati.

Keluarga sampai menjual harta benda, seperti sepeda motor. Sampai akhirnya Pemiluwati dan Suyamto mendapatkan uang sekitar Rp50 juta. Uang tersebut didapat dari penjualan barang dan hasil penggalangan dana.

“Ke sini dibiayai oleh pak gubernur, ada juga galang dana dari masyarakat sekitar dan mahasiswa dari Bangka dan Rawamangun, Jakarta,” ujarnya.

Tiba di Jakarta

Tiba di Jakarta, Ica dan orangtuanya dijemput di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Banten, menggunakan mobil ambulance milik rumah singgah Bangka Tengah. Mereka amat bersyukur, meskipun sebenarnya masih bingung dengan nasib di Jakarta.

Hari kedua di Jakarta, Ica langsung dibawa ke RSCM untuk pemeriksaan. Dokter memutuskan dilakukan pengobatan kemoterapi.

“Dokter bilang tindakan operasi belum mampu, karena penyebarannya udah sampai tengkorak kepala, tapi belum sampai otak, jadi mau operasi nggak bisa dan kita ikuti kata dokter aja,” kata Pemiluwati.

Hari demi hari dilewati. Selama empat bulan berobat ke RSCM, orangtua Ica mengeluh karena setiap melakukan kontrol kesehatan, Ica ditangani dokter yang berbeda. Yang membuat Suyamto dan Pemiluwati makin bingung , mereka sering mendapat komentar yang berbeda dari setiap dokter.

Pemiluwati sebenarnya menginginkan Ica dioperasi untuk mengangkat penyakitnya, tetapi sampai sekarang belum terkabul.

“Inginnya operasi angkat akar penyakitnya itu, kan bisa jadi bersih takutnya kalau kemoterapi doang belum tentu bisa bersih,” kata dia. (Maidian Reviani)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI