60 Ribu Warga Rohingya Lari dari Myanmar

Chaerunnisa Suara.Com
Minggu, 03 September 2017 | 06:36 WIB
60 Ribu Warga Rohingya Lari dari Myanmar
Seorang perempuan etnis Rohingya menggendong bayinya setelah tiba di kota Yathae Taung, Rakhine, Myanmar, setelah kabur dari desanya yang diserbu militer, 26 Agustus 2017. [Wai Moe/AFP]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Hampir 60 ribu warga Rohingya menyeberang ke Bangladesh dari Myanmar sejak pekan lalu, menambah tekanan pada kelangkaan sumber daya yang dimiliki badan bantuan dan masyarakat setempat, yang sudah membantu ratus-ribuan pengungsi dari serangan sebelumnya di Myanmar.

Sejumlah rincian tentang bencana tersebut, yang terkumpul dari sumber Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di kabupaten Cox's Bazar di Bangladesh ialah, bahwa pekerja bantuan di wilayah tersebut mengatakan sumber daya, termasuk bahan untuk penampungan darurat, air bersih dan makanan, sangat dibutuhkan dan kepadatan pengungsi permukiman darurat menjadi masalah utama. Arus pengungsi juga menyulitkan pengenalan akan pendatang baru.

Dengan 10 ribu orang lain saat ini terjebak di daerah tidak bertuan di antara kedua negara itu, mereka memperkirakan lebih banyak orang menyeberangi perbatasan daripada saat kemelut pada musim gugur tahun lalu, saat lebih dari 70 ribu orang menyeberang.

Di samping itu, cadangan biskuit berenergi tinggi tidak cukup untuk makan semua pendatang baru, dan memberi beras untuk yang menyeberang sejak Oktober "mungkin bermasalah".

Baca Juga: PBB Pilih Orang Indonesia Ini Jadi Ketua TPF Pembantaian Rohingya

Di antara pendatang baru, sekitar 16 ribu adalah anak usia sekolah dan lebih dari 5.000 berusia di bawah lima tahun, yang memerlukan vaksin. Jumlah anak-anak tanpa pendamping dan terpisah sangat tinggi dan banyak yang trauma dan kelaparan serta memerlukan makanan kering segera dan dukungan kejiwaan.

Sarana pendidikan darurat saat ini hanya cukup untuk menampung 5.000 anak-anak dan diperlukan tambahan 500 sekolah atau pusat pembelajaran.

"Untuk mencegah penyalahgunaan, di antara masyarakat itu diperlukan kesadaran akan masalah, termasuk tentang pekerja anak-anak, kekerasan seksual dan berdasarkan atas gender serta perdagangan manusia," kata mereka,  seperti diwartakan Antara.

Kebersihan memburuk karena arus masuk manusia meningkatkan ancaman wabah penyakit, dengan perempuan hamil, anak kecil atau orangtua paling rentan.

Kebersihan dan air bersih menjadi perhatian, terutama di daerah tidak bertuan tanpa sarana.

Baca Juga: Mengapa Negara Muslim Diam dengan Nasib Rohingya?

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI