Suara.com - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengecam tindak kekerasan terhadap warga sipil Rohingya yang meningkat sejak 25 Agustus 2017. Mereka juga mendesak pemerintah Myanmar untuk menghentikan persekusi tersebut.
"Pemerintah Myanmar memiliki tanggung jawab untuk melindungi penduduknya dari genosida, kejahatan perang, pembersihan etnis dan kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana dinyatakan dalam Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa 60/1," kata Ketua YLBHI Asfinawati dalam siaran pers di Jakarta, Sabtu (2/9/2017).
YLBHI, kata Asfinawati, memahami bahwa kekerasan bersenjata terhadap Rohingya dipicu oleh serangan kelompok bersenjata di negara bagian Rakhine terhadap 12 pos perbatasan yang menewaskan 12 petugas keamanan.
Baca Juga: Konflik Rohingya Semakin Memburuk Lantaran Foto dan Berita Hoaks
"Yang sangat kami kecam adalah serangan balik yang dilakukan tanpa membedakan antara kelompok bersenjata dan warga sipil yang tidak ikut ambil bagian dalam pertempuran," tukasnya.
Ia mengatakan, persekusi, diskriminasi, dan perlakuan terhadap minoritas Rohingya telah mencapai kejahatan terhadap kemanusiaan menurut tim pencari fakta PBB yang dipimpin oleh Koffi Annan.
Karenanya, lanjut Asfinawati, kasus ini perlu ditangani menggunakan perspektif dan mekanisme hak asasi manusia internasional.
"Pelakunya harus dituntut berdasarkan hukum pidana internasional atas kesalahan mereka dan korbannya harus mendapatkan pemulihan," jelasnya.
Menurutnya, isu kedaulatan dan urusan dalam negeri tidak lagi berlaku karena kejahatan terhadap kemanusiaan mensyaratkan adanya kewajiban yang mengikat secara internasional.
Baca Juga: Berburu Rohingya, Kebencian Agama atau Perampasan Lahan?
"Kami percaya bahwa perdamaian esensial di Myanmar terutama di Rakhine hanya dapat terwujud apabila Pemerintah Myanmar mengakhiri persekusi terhadap Rohingya," kata Asfinawati.