Bocah dan Perempuan Rohingya yang Lelah Berlari...

Reza Gunadha Suara.Com
Sabtu, 02 September 2017 | 15:43 WIB
Bocah dan Perempuan Rohingya yang Lelah Berlari...
Seorang perempuan etnis Rohingya menggendong bayinya setelah tiba di kota Yathae Taung, Rakhine, Myanmar, setelah kabur dari desanya yang diserbu militer, 26 Agustus 2017. [Wai Moe/AFP]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Klaim Lewa tersebut, diperkuat oleh Human Rights Watch (HRW)—lembaga nirlaba pemantau penegakan HAM yang berbasis di New York, Amerika Serikat.

Melalui pantauan satelit, HRW memastikan melihat banyak titik api di daerah-daerah komunitas Rohingya Myanmar.

"Sedikitnya ada 10 titik api yang terpantau, dan semuanya berada di wilayah Rakhine, hingga ke perbatasan Bangladesh," demikian pernyataan resmi HRW.

Sedangkan PBB yang memantau dari Bangladesh mengungkapkan, terdapat banyak kepulan asap tebal yang berasal dari daerah hutan Myanmar.

Baca Juga: LSM Buruh Migran Indonesia Akan Hadiri Sidang PBB di Genewa

"Asap itu menunjukkan sedikitnya 20 ribu etnis Rohingya terpaksa bertahan hidup di hutan belantara yang berada di daerah perbatasan Myanmar-Bangladesh. Mereka semua ketakutan," demikian pernyataan PBB.

Masih seperti diberitakan The Guardian, kantor kesekretariatan pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi membantah melakukan genosida terhadap Rohingya.

Pernyataan resmi yang dikeluarkan kantor Suu Kyi justru menyebutkan, gerilyawan ARSA lebih dulu membakar desa. Pemerintah lantas merespons hal tersebut dengan mengevakuasi seluruh warga beragama Buddha dari Rakhine, untuk mengantisipasi bentrokan sektarian.

Klaim pemerintah Myanmar itu diperkuat oleh pernyataan Duta Besar Amerika Serikat untuk PBB, Nikki Haley. Ia mengutuk aksi insureksi ARSA terhadap polisi Myanmar.

Baca Juga: Turki: Mohon Bangladesh Terima Rohingya, Kami Bayar Biayanya

"Tapi, aparat keamanan Myanmar seharusnya bisa mengantisipasi adanya aksi kekerasan lanjutan. Mereka harus bertanggungjawab menegakkan hukum humanitarian internasional, termasuk tidak menyerang warga sipil dan pekerja kemanusiaan di Rakhine," tambah Haley.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI