Suara.com - Angkatan bersenjta Myanmar dituduh melakukan aksi ekstrayudisial berupa pembunuhan di daerah Rakhine, yang ditempati komunitas Rohingya.
Warga setempat dan aktivis, seperti dilansir Al Jazeera, Senin (28/8/2017), menuduh tentara menembak penduduk sipil tak bersenjata, termasuk perempuan dan anak-anak.
Penembakan itu dilakukan ketika angkatan perang Myanmar menggelar operasi khusus seusai kelompok bersenjata yang diduga Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA), menyerang pos polisi.
Tentara juga sudah mendeklarasikan perang melawan 'terorisme' dengan cara mengepung kota Maungdaw, Buthidaung, dan Rhatedaung, yang dihuni 800 ribu warga. Mereka juga menerapkan jam malam di daerah Rakhine tersebut.
Baca Juga: PT KNI Dapat 'Jatah' Pulau Reklamasi, BPN klaim Sesuai Prosedur
Warga setempat menilai perang melawan terorisme itu hanya kedok untuk membantai mereka. Bahkan, mereka mengklaim kepada Al Jazeera setidaknya 800 warga Muslim minoritas, termasuk puluhan perempuan dan anak-anak dibunuh dalam operasi tersebut.
"Tentara menyerbu desa kami, Jumat (25/8) pagi. Mereka menembaki rumah dan mobil-mobil warga. Ada 11 orang warga desaku yang tewas dalam penyerbuan itu. Mereka menembaki apa pun yang bergerak," tutur Aziz Khan kepada Al Jazeera.
"Aku melihat perempuan dan anak-anak ada di antara mayat korban penembakan. Bahkan bayi pun tak luput dari tembakan mereka," tegasnya lagi.
Seorang waega kota Buthidaung yang namanya disamarkan menjadi Myint Lwin, menuturkan warga kotanya diliputi rasa ketakutan.
"Kami saling bertukar informasi melalui WhatsApp. Tak jarang yang mengirim foto perempuan dan anak-anak sudah menjadi mayat. Bisa kau bayangkan betapa takutnya kami?" tuturnya.
Baca Juga: Laki-Laki Bugil Penerobos Istana Jokowi Positif Pakai Sabu
Kekinian, kata dia, tidak ada satu pun warga Muslim di kotanya yang berani keluar dari rumah. Bahkan untuk pergi ke rumah sakit atau pasar pun mereka tak berani.
Aktivis pembela Rohingya dan bloger yang berbasis di Eropa, Ro Nay San Lwin, mengungkapkan sebanyak 5.000 orang hingga 10.000 warga Rakhine terpaksa kabur dari rumah mereka dalam operasi militer terakhir.
"Mereka juga membakar masjid dan madrasah di daerah itu. Ribuan Muslim kabur tanpa makanan dan tempat penampungan. Pamanku sendiri ditahan tentara," tutur San Lwin.
Ia menuding, pemerintah Myanmar tidak melakukan tindakan apa pun untuk menghentikan aksi polisional militernya tersebut.