Tolak Beri Suap ke Dokter, 7 Karyawan Metiska Farma Di-PHK

Selasa, 29 Agustus 2017 | 12:52 WIB
Tolak Beri Suap ke Dokter, 7 Karyawan Metiska Farma Di-PHK
Kuasa Hukum mantan karyawan Metiska Farma, Oddie Hudiyanto, saat ditemui di Kemenkes, Selasa (29/8/2017). (Suara.com/Firsta Nodia)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Tujuh orang karyawan PT Metiska Farma diputus hubungan kerjanya alias PHK secara sepihak oleh perusahaan, karena menolak melakukan praktik gratifikasi pada dokter. Padahal Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek telah menerbitkan Permenkes Nomor 58 tahun 2016, yang melarang perusahaan farmasi memberi suap pada dokter.

Kuasa hukum mantan karyawan PT Metiska Farma, Oddie Hudiyanto mengatakan bahwa kliennya menyadari risiko hukum di balik praktik pemberian gratifikasi ke dokter, namun pihak perusahaan justru melakukan tindakan balasan berupa penurunan jabatan dan mutasi pada tujuh orang karyawannya.

Lebih lanjut Oddie mengungkapkan bahwa kasus bermula ketika target penjualan perusahaan tidak tercapai, karena beberapa dokter sudah mulai hati-hati dengan adanya Permenkes No 58 tahun 2016.

"Klien kami mengusulkan agar perusahaan mencari jalan keluar atau solusi lain tanpa melakukan praktik gratifikasi, tapi justru klien kami di PHK dan hingga kini upah, pesangon dan THR belum diberikan perusahaan," ujarnya di Kemenkes RI, Selasa (29/8/2017).

Oddie menyebut bahwa pihaknya sudah melayangkan surat kepada pihak perusahaan untuk mengembalikan posisi, jabatan, dan upah kliennya seperti semula. Sayangnya pihak perusahaan belum memenuhi tuntutan tersebut.

"Kami juga sudah menempuh upaya hukum dengan melapor ke Dinas Tenaga Kerja Kota Bogor. Pada tanggal 18 Juli 2017, Disnaker juga telah mengeluarkan anjuran yang isinya menghukum PT Metiska Farma untuk membayar upah, pesangon dan THR senilai Rp 701.499.943 juta. Tapi hingga kini juga belum dipenuhi perusahaan," tambah dia.

Oddie dan kliennya, Gunawan, mantan karyawan PT Metiska Farma, pada Selasa (29/8/2017) pun telah melakukan pengaduan ke pihak Kementerian Kesehatan sebagai institusi pemerintah yang mengeluarkan peraturan menteri kesehatan soal larangan gratifikasi pada dokter.

Sayangnya Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Republik Indonesia, Maura Linda Sitanggang, belum bisa ditemui dengan alasan ada rapat bersama Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek.

"Padahal kami sudah mengadukannya sejak Mei 2017 lalu dan baru mendapatkan jadwal hari Selasa (29/8/2017) ini, namun gagal. Kami akan memberikan tenggat waktu hingga Senin (4/9/2017) mendatang, jika mediasi dengan Kemenkes tidak bisa dilakukan maka kami akan melayangkan surat terbuka pada semua media untuk mengungkap kebusukan industri farmasi saat ini," tegas dia.

Gunawan menjelaskan bahwa praktik gratifikasi pada dokter sudah umum dilakukan di berbagai rumah sakit ternama di Indonesia. Bahkan praktik seperti ini diatur dalam SOP perusahaan.

Karyawan yang tidak memenuhi target dokter yang bisa diajak kerja sama akan diberikan surat kerja sama.

"Minimal dana untuk dokter berkisar 1-500 juta bahkan bisa lebih tergantung berapa obat yang ditulis dokter via resep. Pembayarannya pun bisa dalam bentuk uang, mobil, rumah, liburan dan lainnya sesuai permintaan dokter," beber Oddie.

Gunawan dan mantan karyawan PT Metiska Farma berharap praktik seperti ini bisa dihentikan, karena menyalahi aturan dan membuat harga obat menjadi semakin mahal. Ia juga berharap perusahaan membayar haknya sebagai karyawan dengan membayar upah, pesangon dan Tunjangan Hari Raya (THR).

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI