Suara.com - Pengamat politik dari LSM Lingkar Madani Indonesia, Ray Rangkuti, mengkritisi keputuskan menaikan bantuan dana untuk partai politik (parpol) menjadi Rp1.000 per suara sah.
Kebijakan ini dinilai sangat mengecewakan lantaran tidak mengindahkan kondisi ekonomi saat ini, serta perilaku para politisi yang cenderung negatif.
"Jelas ini sangat mengecewakan. Dalam kondisi ekonomi kita yang melempem, tingkat pertumbuhan tidak seperti yang diharapkan," kata Ray, Selasa (29/8/2017).
Ray melanutkan, terkait dengan perilaku parpol, khususnya berkaitan dengan penggunaan dan pengelolaan dana negara serta minimnya sanksi bagi parpol yang anggotanya terlibat kejahatan korupsi secara masif, membuat kebijakan tersebut tidak relevan.
Baca Juga: KPK Serahkan Aset Nazaruddin Senilai Rp24,5 M ke Lembaga ANRI
"Maka pemberian dana yang meningkat sampai 1.000 persen adalah keputusan yang sama sekali tidak dalam rangka memperbaiki kinerja dan moralitas partai politik," ujar Ray.
Dalam satu tahun terakhir, belanja uang negara untuk kepentingan parpol tak dapat dilihat sedikit. Selain keputusan penaikan dana parpol, pemerintah juga meluluskan rencana pembangunan gedung baru DPR yang dananya dapat mencapai triliunan.
Kata Ray, ini seperti politik balas budi atas 'kesetiaan' parpol dalam mengawal kebijakan presiden setidaknya dalam tiga tahun terakhir.
"Dan sudah seperti diduga, untuk kebijakan pemerintah yang satu ini, tak ada suara oposisi yang menolak dan bersikap berbeda," tutur Ray.
Menurut dia, oposisi hanya menjadi oposisi apabila kepentingan dengan pemerintah berbeda. Oposisi kehilangan daya 'sengatnya' bila putusan pemerintah menguntungkan mereka.
Baca Juga: Geledah Rumah Dirjen Hubla, KPK Sita Banyak Batu Akik Lapis Emas
"Putusan pemerintah ini juga tidak disertai dengan pembenahan sistem keuangan partai politik. Bahkan dalam revisi UU yang lalu pun, soal kewajiban partai politik agar lebih transparan dalam pengelolaan dana negara sama sekali tidak mendapat penguatan," tutur Ray.
Padahal, kata dia, dengan tingkat transparansi yang rendah, dan sulitnya mengakses dana masuk-keluar partai politik, serta belum ada pembedaan yang ketat antara dana partai dengan dana perseorangan, maka penambahan dana tersebut diragukan tidak akan mengubah kultur pengelolaan keuangan partai politik, apalagi mencegah anggotanya untuk tidak terlibat korupsi.
"Jika dana negara ditambah, semestinya sanksi bagi partai politik juga harus diperberat. Misalnya, mendiskualifikasi partai politik dalam pemilu jika terbukti tidak bertanggungjawab dalam pengelolaan keuangan partai politik;" kata Ray.
Kata Ray, pemberian sanksi jelas tidak terjadi. Sebab, sebagaimana mestinya, sanksi bagi parpol diatur oleh UU. Sementara aturan penambahan dana partai hanya diatur oleh Peraturan Pemerintah.
"Di sinilah ketidaksinkronan penambahan dana ini. Pemerintah begitu saja menambah dana parpol tanpa skenario memberi efek jera bagi parpol yang tidak transparan, menyelewengkan dana negara atau yang anggotanya terlibat korupsi secara bersama. Sangat disayangkan memang," kata Ray.