Suara.com - Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Abdul Haris Semendawai mengatakan yang memiliki kewenangan untuk mengelola safe house atau rumah aman adalah LPSK. Hal itu sesuai dengan Undang-Undang nomor 31 Tahun 2014 tentang LPSK.
"Yang jelas dalam UU 31 Tahun 2014 menyebutkan bahwa salah satu kewenangan LPSK adalah mengelola rumah aman, khususnya untuk tindak pidana, tertentu salah satunya korupsi. Kalau ada institusi lain yang mengacu UU berbeda, saya tidak tahu," kata Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai di DPR, Jakarta, Senin (28/8/2017).
Pernyataan ini sekaligus menyinggung soal adanya safe house yang digunakan KPK tanpa sepengetahuan LPSK. Safe house ini digunakan KPK untuk mengamankan saksi selama pemberkasan sebuah kasus.
Haris menambahkan, safe house sifatnya independen. Namun, sesuai dengan undang-undang, menjadi tugas LPSK untuk mengelola safe house tersebut.
Baca Juga: LPSK Datangi Makam Zoya, Siap Beri Bantuan Keluarga Korban
Di sisi lain, Haris menerangkan sejauh ini koordinasi LPSK dan KPK hanya sebatas saksi dan justice collaborator yang membutuhkan perlindungan.
Itupun, tambahnya, kebanyakan LPSK yang melakukan jemput bola untuk menawarkan diri memberikan perlindungan kepada saksi kasus korupsi.
"Ada yang melalui rekomendasi KPK, ada yang juga secara langsung datang ke kita, baik mereka sendiri atau pengacaranya atau keluaraganya, tapi ada juga kami menawarkan untuk perlindungan," kata Haris.