Buku "Opium to Java" yang ditulis James R Rush tahun 1882 menggambarkan sejak sebelum VOC berkuasa di tanah air pada awal abad ke-17, opium adalah komoditas penting dalam perdagangan dunia yang diperebutkan oleh Inggris, Denmark dan Belanda.
Menurut buku yang diterbitkan kembali oleh Cornel University Press tahun 1990, dan diterjemahkan ke bahasa Indonesia oleh Penerbit MataBangsa pada 2000 itu, menyebut Belanda kemudian memenangkan monopoli perdagangan opium di Indonesia sejak 1677, dengan menggandeng para pedagang elite China sebagai pelaksananya.
Di antaranya VOC mendapatkan perjanjian dengan Raja Jawa Amangkurat II untuk memasukkan candu ke Mataram, sekaligus memonopoli perdagangan candu ke seluruh pelosok negeri. Perjanjian serupa juga ditandatangani di Cirebon setahun kemudian.
Tercatat, dalam kurun waktu 1619-1799, VOC bisa memasukkan 56.000 kilogram opium mentah setiap tahun ke Jawa dan pada 1820 tercatat sebanyak 372 pemegang lisensi untuk menjual opium di Indonesia.
Baca Juga: Terbukti Narkoba, Polantas Polda Metro Dibekuk Propam Mabes Polri
Rush, melalui buku "Opium to Java" juga mengungkap, bersamaan dengan perdagangan opium yang secara resmi digerojok VOC ke Indonesia, juga marak penyelundupan komoditas yang berasal dari bunga poppy (papaver somniferum) itu, tentunya dengan harga yang lebih murah.
Penyelundupan opium di Indonesia menyebabkan penikmat candu tersebar di berbagai kalangan masyarakat dan meluas di Jawa, khususnya Jawa Tengah dan Jawa Timur. Bahkan Rush dalam buku tersebut membuat perbandingan satu dari 20 orang Jawa di era itu mengisap candu.
Melawan Narkoba Pada era VOC memonopoli perdagangan candu di Indonesia, sebenarnya telah muncul berbagai kelompok masyarakat yang berupaya memeranginya. Salah satunya diserukan oleh Raja Paku Buwono IV.
Penguasa Surakarta yang memerintah pada era 1788-1820 itu menuliskan ajaran moral yang benar melalui syair panjang berjudul "Wulang Reh", yang berarti ajaran berperilaku benar.
Lewat syair itu dia menggambarkan pemadat sebagai pemalas dan orang yang bersikap masa bodoh, yang hanya gemar tidur di bale-bale untuk mengisap candu.
Baca Juga: BNN Musnahkan Barbuk Narkoba
Karya syair itu ditulis menindaklanjuti seruan Paku Buwono II, yang memerintah di era 1745 - 1749, yang menyerukan larangan mengisap opium bagi seluruh keturunannya.