PKS Apresiasi Keberhasilan Polisi Ungkap Sindikat Saracen

Sabtu, 26 Agustus 2017 | 01:07 WIB
PKS Apresiasi Keberhasilan Polisi Ungkap Sindikat Saracen
Sekretaris Fraksi PKS Sukamta [suara.com/Ummi Hadyah Saleh]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kepolisian berhasil mengungkap Saracen, ‎sindikat yang melakukan tindak pidana penyebaran isu berbau suku, agama, ras dan golongan.‎‎ Menanggapi hal ini Anggota Komisi I DPR Sukamta, mengatakan, hal ini harus didukung dalam rangka mewujudkan internet sehat.

"Upaya Polri dengan Tim Siber-nya untuk menindak para pelaku pembuat dan penyebar konten negatif dan hoax tentu patut diapresiasi dalam rangka mewujudkan internet sehat," kata Sukamta dalam pernyataannya, Jakarta, Jumat (25/8/2017).

Menurut Sukamta, ‎Saracen hanyalah salah satu organisasi akun anonim dari sekian banyak yang tumbuh karena memanfaatkan rendahnya literasi masyarakat. Katanya, ‎hal seperti ini akan mudah ditemui saat Pilkada digelar.

"Dalam ajang pemilu atau Pilkada, biasanya semua pendukung dari calon-calon yang ada juga melakukan ujar kebencian atau yang menyinggung SARA. Karena itu, pemerintah harus adil dan tidak tebang pilih dalam menindak para pelaku penyebar konten negatif ini," ucap Sukamta.

Sekretaris Fraksi PKS ini menambahkan, pengungkapan Saracen ini ‎diharapkan bisa menjadi terapi kejut bagi sindikat serupa yang sangat mungkin akan lebih besar, terorganisir dan bermodal.

"Keberanian Polri untuk mengungkap jaringan-jaringan lainnya tanpa tebang pilih tentu ditunggu masyarakat. Jika ini konsisten dilakukan efek "shock therapy" bisa diharapkan terwujud," katanya.‎

Lebih lanjut, menurut Sukamta, pemerintah harus segera melaksanakan kebijakan yang bersifat makro untuk memutus mata rantai konten negatif dan hoax seperti ini. 

Kata dia, yang pertama adalah dengan melakukan edukasi kepada masyarakat sehingga lebih melek media sosial dan internet sehingga mampu menggunakannya dengan bijak dan produktif. Upaya edukasi ini secara masif dapat dilakukan dengan melibatkan dunia pendidikan, institusi keagamaan dan organisasi masyarakat.

Upaya yang kedua adalah untuk melakukan tata kelola konten termasuk menindak kejahatan siber seperti ini kita sudah mempunyai Undang-undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan UU ITE. Namun spirit perubahan undang-undang ini belum dapat dilaksanakan secara maksimal karena peraturan-peraturan di bawahnya seperti PP, Permen, dan seterusnya belum lengkap. 

Dan, upaya ketiganya, menurut Sukamta adalah pemerintah perlu membuat aturan yang dapat mengikat kepada provider dan penyedia layanan media sosial untuk melakukan filter terhadap konten negatif dan hoax. Dalam hal ini pemerintah perlu membuat tim panel yang melibatkan MUI, tokoh agama, akademisi dan ahli IT sebagai tim yang dapat memberikan masukan konten negatif mana sajakah yang perlu dihentikan dengan penanganan dari provider dan penyedia jasa media sosial.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI