Suara.com - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menilai cara kerja kelompok Saracen, sindikat penyedia jasa konten kebencian dan perusahaan buzzer di media sosial cukup mirip. Karenanya, dia berpikir perlu ada aturan juga soal buzzer.
"Mungkin kita perlu semacam pengaturan teknis tentang perusahaan buzzer. Karena perusahaan buzzer itu juga harus bertanggung jawab. Kalau buzer itu memang buzzer hoax ya itu memang harus ditangkap. Kita bisa bilang sebagai sindikat," kata Fahri di DPR, Jumat (25/8/2017).
Menurut Fahri, buzzer merupakan industri baru, sehingga perlu ada payung hukumnya.
"Jasa buzzer sekarang kan pakai uang. Sudah jadi konsultan. Dulu kan hanya ada media, orang bayar iklan di media. Sekarang orang nggak bayar iklan, tapi bayar buzzer," ujarnya.
Baca Juga: Kesal, Warga Letakkan Mobil Parkir Sembarangan di Atas Pos Satpam
Diberitakan sebelumnya, polisi menangkap tiga orang dari kelompok Saracen. Mereka yang dibekuk adalah Jasriadi (32), Muhammad Faizal Tanong (43), dan Sri Rahayu Ningsih (32).
Ketiganya ditangkap di lokasi dan waktu yang berbeda. Polisi awalnya membekuk Faizal di Koja, Jakarta Utara pada 21 Juli 2017, di susul penangkapan Sri di Cianjur, Jawa Barat pada 5 Agustus 2017. Terakhir, polisi menangkap Jasriadi di Pekanbaru, Riau pada 7 Agustus 2017.
Menurut Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Komisaris Besar Irwan Anwar, kelompok Saracen sudah beraktivitas sejak November 2015 dan memiliki anggota serta struktur kepengurusan.
Hasil penyelidikan tim Siber menyebutkan kelompok Saracen juga menggunakan beberapa sarana untuk menyebarkan konten kebencian lewat grup Facebook Saracen News, Saracennewscom, Saracen Cyber Team.
"Itu banyak lagi nama grup sesuai menarik para netizen untuk bergabung. Jumlah akun yang tergabung dalam jaringan grup Saracen berjumlah lebih dari 800 ribu akun," kata Anwar.
Baca Juga: Tak Hanya Dinikahkan, Pasangan "PKB Mantu" Juga Diberi Bekal Ini