Raden Tuan Haji Lalu Patria menyebut adanya perbedaan zaman ketika zaman kerajaan dengan era modern yang saat ini. Lalu merupakan Raja Siledendeng, dari Kerajaan atau Kedatuhan Siledendeng, Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Lalu menuturkan ketika zaman Kerajaan, seorang Raja dan Sultan merupakan pemerintah di dalam sebuah wilayah.
"Sudah pasti kalau zaman dahulu, Raja dan Sultan itu sebagai pemerintah di dalam sebuah negeri atau wilayah. Sekarang kita dalam rangka memperkuat dan kerja sama sebagai mitra pemerintah yang menjaga kebudayaan daerah," ujar Lalu usai pengukuhan Majelis Agung Raja Sultan (Mars) Indonesia, di Kementerian Dalam Negeri, Jalan Medan Merdeka Utara, Kamis (24/8/2017).
Namun saat ini, Lalu mengatakan bahwa seorang Raja dan Sultan memiliki tugas untuk menjaga dan melestarikan budaya masing-masing wilayahnya. Adapun dirinya bertugas menjaga kelestarian kebudayaan Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Baca Juga: Cerita Raja Dari NTT yang Masih Dapat Upeti Dari Rakyatnya
"Raja sultan pada saat ini hanya dalam rangka menggali dan melestarikan budaya, Di Lombok NTB. Kami memiliki nilai kearifan lokal untuk menyelesaikan masalah, dengan bekerja sama dengan pemerintah menyelesaikan masalah yang ada di masyarakat," ucap Lalu.
Selain itu, Lalu menceritakan ketika masa kejayaan Kerajaan Lombok. Ketika itu masyarakat setempat damai sejahtera dan menyelesaikan masalah secara bersama-sama.
"Alhamdulillah di Lombok dulu, masyarakat disamping Gemah Ripah Loh Jinawi, masyarakat damai sejahtera dalam bingkai ukuran yang disepakati oleh masyarakat. Semua masalah itu diselesaikan secara bersama-sama, duduk bersama untuk mencari tahu menyelesaikan sebuah masalah," kata dia.
"Apabila hal ini bisa kita terapkan oleh bangsa Indonesia yang majemuk, maka Insya Allah akan terwujud bangsa Indonesia yang jaya didunia," sambungnya.
Lalu meminta masyarakat tidak menilai kecil dan besar sebuah kerajaan namun melihat adanya kebhinnekaan yang harus dilestarikan. Maka dari itu, pentingnya untuk menerapkan kebudayaan untuk menjadi filter akan dampaknya globalisasi.
Baca Juga: Nicolas Saputra Promosikan Parade Kebudayaan ASEAN di CFD
"Menurut saya, kebudayaan akan menjadi pilar bangsa kita akan menjadi filter terakhir terhadap dampak-dampak global oleh banyaknya tamu-tamu kita yang datang dari luar daerah kita (Indonesia). Kalau kita memahami nilai-nilai budaya itu, maka Insya Allah kita tidak akan terpengaruh. Biar mereka (asing) datang dengan budaya mereka, tetapi kita juga harus menunjukan nilai budaya kita kepada bangsa dan negara," tutur Lalu.