Suara.com - Direktur Imparsial Al Araf menilai penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Organisasi Kemasyarakatan tidak urgent untuk menindak organisasi yang dianggap bertentangan dengan Pancasila.
Menurut Al Araf Perppu Ormas merupakan bentuk sekuritisasi yang dilakukan pemerintah terhadap isu kekerasan fundamentalisme serta terorisme.
Sekuritisasi membawa Indonesia berada di persilangan antara demokrasi dan otoritariansime. Adanya ambiguitas atau kebingungan, apakah Indonesia masih menerapkan asas yang demokratis atau justru berada di bawah pemerintahan yang otoriter. Perppu tersebut, dinilai Al Araf, kontras dengan paham negara Indonesia yang demokratis. Pelarangan serta pembubaran ormas, katanya, merupakan bentuk pemberangusan kebebasan berekspresi.
Setelah peristiwa bom di Jalan M. H. Thamrin, Jakarta Pusat, kata Al Araf, terlihat sekali pemerintah sangat khawatir terhadap gerakan radikalisme. Kemudian lahir Perppu Ormas dan revisi terhadap UU Anti Terorisme.
“Langkah pemerintah terhadap pencegahan paham kekerasan fundamentalisme ini terlalu terburu-buru. Apalagi setelah dikeluarkannya RUU yang sangat keras, dimana isinya terdapat pencabutan kewarganegaraan, kemudian memberikan kewenangan terhadap negara untuk melakukan legalisasi penculikan. Ini sudah tidak bisa dibenarkan. Hal yang menginsiasi munculnya perubahan Perppu dan RUU ini adalah akibat kontestasi pilkada yang cukup melelahkan. Ada kepentingan yang bersifat politis dari kemunculan peraturan ini,” kata Al Araf dalam ruang diskusi di kantor Imparsial, Tebet, Jakarta Selatan, Selasa (22/8/2017).
Menurut Al Araf Perppu Ormas mengesampingkan hak dan kewajiban instrumen negara, dimana eksekutif mengambil alih hak dan kewajiban yudikatif.
“Eksekutif tidak boleh mengambil ruang yudikatif. Ini sudah menabrak peraturan negara hukum. Dalam Perppu 17 Tahun 2013 sudah jelas, kok, pembubaran suatu ormas itu harus melalui jalur pengadilan terlebih dahulu. Nah, kalau yang Perppu baru ini kan tidak, sifatnya memotong jalur peradilan. Rezim ini sewenang-wenang. Mengesampingkan yudikatif yang lebih berhak dalam tatanan negara demokrasi.”
Al Araf menekankan ada yang keliru dari rezim saat ini dalam mencermati isu atau ancaman. Hasil yang akan ditimbulkan dari reaksi terhadap isu radikalisasi serta perubahan perppu dan RUU akan menjadi back fire, akan mengancam negara itu sendiri karena bertindak gegabah dan emosional. [Dinda Shabrina]