Panitia Khusus Angket KPK menyampaikan temuan sementara Pansus Angket KPK yang sudah bekerja sejak 4 Juli hingga 21 Agustus. Temuan tersebut disampaikan dalam konfrensi persnya di DPR, Jakarta, Senin (21/8/2017).
Ada 11 poin yang menjadi fokus Pansus setelah mengkaji laporan pengaduan dari berbagai kalangan, kunjungan ke berbagai instansi, dan pemeriksaan saksi-saksi. 11 pon temuan ini, nantinya akan diklarifikasi kepada KPK.
"Tentu temuan ini akan kami klarifikasi ke KPK, ini temuan sementara. Karena sementara ini perlu disampaikan ke publik. Proses (Pansus Angket KPK) masih berlanjut," kata Wakil Ketua Pansus Angket KPK Masinton Pasaribu di DPR, Jakarta, Senin (21/8/2017).
Pansus Angket KPK akan menjadwalkan meminta klarifikasi kepada KPK dalam waktu dekat. Masinton belum bisa memastikan kapan agenda itu akan digelar.
Baca Juga: Elza Klaim Miryam Kecewa ke KPK karena BAP Bocor ke Publik
Ketika ditanya bagaimana tindakan Pansus bila KPK tidak mau hadir dalam undangan Pansus, Masinton menjawabnya dengan mengutip pidato Presiden Joko Widodo pada rapat paripurna DPR pada 16 Agustus lalu.
"Perlu kami tegaskan, presiden pada sidang paripurna 16 Agustus, menyampaikan tidak boleh ada satu institusi pun di negara ini yang merasa lebih tinggi dari institusi lain. Tidak ada kekuasaan absolut. Kami minta KPK taat pada UU. Maka kami minta supaya KPK taat pada konstitusi dan UU dan taat pada perintah presiden sebagai kepala negara dan pemerintahan," kata dia.
Berikut 11 poin temuan Pansus Angket KPK yang dibacakan oleh Anggota Pansus Angket KPK Mukhamad Misbakhun:
1. Dari Aspek kelembagaan, KPK bergerak menjadikan dirinya sebagai lembaga superbody yang tidak siap dan tidak bersedia dikritik dan diawasi, serta menggunakan opini media untuk menekan para pengkritiknya.
2. Kelembagaan KPK dengan argumen independennya mengarah kepada kebebasan atau lepas dari pemegang cabang-cabang kekuasaan negara. Hal ini sangat mengganggu dan berpotensi terjadinya abuse of Power dalam sebuah negara hukum dan Negara demokras‘i sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945.
Baca Juga: Masinton: Pansus Angket KPK Temukan Empat Penyimpangan Kerja KPK
3. KPK yang dibentuk bukan atas mandat Konstitusi akan tetapi UU No. 30 Tahun 2002 sebagai tindak Ianjut atas perintah Pasal 43 UU 31 Tahun 1999 sebagai pengganti UU No. 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sudah sepatutnya mendapatkan pengawasan yang ketat dan efektif dari lembaga pembentuknya (para wakil rakyat) di DPR secara terbuka dan terukur.