Sementara itu Ketua Yayasan Lingkar Perdamaian, Ali Fauzi mengungkapkan Yayasan Lingkar Perdamaian didirikan pada 26 November 2016. Yayasan ini berada di Desa Tenggulun, Kecamatan Solokuro, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur.
Ali mengungkapkan berdirinya yayasan ini berawal dari kondisi para eks napiter dan kombatan yang terkucilkan dan kesulitan saat ingin bekerja kembali setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan.
Kini, Ali dan para anggota YLP rutin membantu pemerintah melakukan kampanye perdamaian, kunjungan ke lapas, memberikan program pemberdayaan dan pendampingan eks napiter dan kombatan, serta memberikan dukungan mental kepada mereka.
Salah seorang eks napiter, Sumarno mengungkapkan setelah 2,5 tahun di penjara ia merasa bingung mencari nafkah.
Baca Juga: Ini Perbedaan Pendekatan TNI dan Polri Terkait Terorisme
"Kami seringkali terbentur status saat mencari pekerjaan. Akhirnya kami mencoba menciptakan lapangan kerja baru. Seperti membuka bengkel servis motor," ujar keponakan Amrozi ini.
Ia menuturkan, setelah tertangkap dan dipenjara, seluruh teman-teman di jaringannya menjauh dan memutuskan hubungan. Di saat itu ia mendapat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak.
"Di penjara maupun sekeluarnya, banyak yang membesarkan hati saya. Saya merasa momentum itu menjadi titik balik dari apa yang saya jalani sebelumnya. Saya mendapat pertolongan dari pihak yang tidak disangka-sangka," ujar pria yang didakwa menyimpan dan memasok senjata untuk para teroris pada tahun 2002 ini.
Lain Sumarno lain pula cerita Zulia, putra Amrozi. Meski ia bukan eks napiter atau kombatan, namun sebagai putra terdakwa teroris ia juga terkena dampaknya.
"Lulus sekolah saya akhirnya jualan fried chicken kecil-kecilan karena putus asa tidak ada yang menerima lamaran kerja saya. Jangankan membuka suratnya, tau siapa keluarga saya aja langsung ditolak," tuturnya dengan mata berkaca-kaca dan nada suara yang semakin lirih.
Baca Juga: Tiga Napi Terorisme Ini Ogah Ikut Upacara HUT RI
Bertahun-tahun Zul meninggalkan Indonesia untuk mencari ketenangan hidup dan jati diri. Ia pun pergi ke Brunei Darussalam, Malaysia, hingga Thailand. Namun akhirnya ia kembali ke Indonesia.