Ini Perbedaan Pendekatan TNI dan Polri Terkait Terorisme

Adhitya Himawan Suara.Com
Kamis, 17 Agustus 2017 | 15:35 WIB
Ini Perbedaan Pendekatan TNI dan Polri Terkait Terorisme
Presiden Joko Widodo bersama Ibu Negara Iriana Joko Widodo, Wakil Presiden Jusuf Kalla, Ibu Mufidah Jusuf Kalla, Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmanyo beserta istri Enny Trimurti dan istri Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian Tri Suswati menghadiri upacara Prasetya Perwira di halaman Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (25/7). [Antara]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Pusat Studi Peperangan Asimetrik (PA) di bawah Fakultas Strategi Pertahanan (FSP), Universitas Pertahanan (Unhan) menggelar Focus Group Discussion (FGD) berlangsung pada Rabu (16/8/2017) di Jakarta. FGD bertema “Krisis Teror di Marawi dan Implikasinya terhadap Stabilitas Keamanan Nasional Indonesia” ditujukan untuk menganalisa kemajuan operasi militer Filipina di Marawi dan strategi militer apa yang seharusnya dapat digelar oleh TNI untuk mengantisipasi merembesnya gerilyawan Maute ke wilayah Indonesia.

FGD dibuka secara resmi oleh Rektor Unhan Letjen TNI I Wayan Midhio, dihadiri oleh Warek I Prof Dadang Gunawan, Dekan FSP Mayjen TNI Tri Legionosuko, dan para dosen/peneliti Pusat Studi PA serta para mahasiswa dan alumni. Para peserta FGD menyimak dengan cermat keynote speech oleh Andhika Chrisnayudhanto dengan narasumber Prof Yanyan Mochamad Yani dan Andi Widjajanto.

Menurut Dekan Fakultas Manajemen Pertahanan (FMP) Laksda TNI Amarulla Octavian, para peserta FGD juga sangat antusias membahas dasar hukum penanggulangan teror oleh Polri dan TNI. "Tampak jelas bahwa Polri menangani terorisme menggunakan UU Nomor 15 Tahun 2003 karena mengkategorikan terorisme sebagai suatu bentuk kejahatan. Disisi lain TNI menggunakan UU Nomor.34 Tahun 34 karena mengkategorikan terorisme sebagai suatu bentuk peperangan asimetrik," kata Octavian.

Kedua UU tersebut memberikan kewenangan baik kepada Polri maupun TNI karena memang karakter terorisme yang dibedakan menurut pelakunya (WNI ayau WNA), sasarannya (masyarakat atau negara), lokasi kejadian (lintas negara atau satu negara) dan yurisdiksinya.”

Baca Juga: KPK Periksa Pejabat TNI Terkait 2 Kasus Sekaligus

Octavian menambahkan bahwa Peserta FGD juga mendiskusikan kemungkinan pemerintah RI menugaskan TNI masuk wilayah Filipina untuk membantu menyelesaikan krisis di Marawi sekaligus operasi militer menyelamatkan sandera 4 Prajurit TNI AL.

"Sama halnya dengan operasi militer pembebasan sandera di Thailand tahun 1981 dan pembebasan sandera di Somalia tahun 2011,” ujar Octavian.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI