"Kalau apartemen menjadi tidak perlu karena sudah ada 560 rumah dinas Jakarta dan posisinya relatif tidak terlalu jauh hanya sekitar 9 km bahkan yang di Kedoya kurang dari itu. Kalau ke depan kemacetan Jakarta makin tidak terkendali kita pikirkan kembali," ujarnya.
Sejumlah fraksi lain, seperti PAN, juga menolak pembangunan apartemen karena belum merupakan kebutuhan mendesak.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengatakan partainya belum memutuskan sikap. Pasalnya, anggota DPR dari fraksi PDIP tengah melakukan reses.
"Nanti kami akan membahas, intinya politik alokasi dan distribusi anggaran harus betul-betul ditujukan pada rakyat. Apalagi celah fiskal terbatas," kata Hasto di kantor DPP PDI Perjuangan, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Minggu (13/8/2017).
Menurut Hasto, PDIP akan bersikap setelah Presiden Joko Widodo menyampaikan nota keuangan pada 16 Agustus 2017.
"Di situlah sikap partai akan kami ambil. Sekali lagi, skala prioritas politik alokasi dan distribusi anggaran hanya dipakai untuk tujuan bernegara, dan itu muaranya adalah kepentingan rakyat," kata Hasto.
Peneliti dari Indonesia Corruption Watch Donal Fariz menilai wacana pengadaan apartemen bukan hal mendesak. Justru yang lebih mendesak adalah bagaimana lembaga legislatif ini menunjukkan integritas dan perbaiki moralitas orang-orang di dalamnya.
"Kami melihantnya wacana itu bukan pembangunan infrastruktur ya yang dibutuhkan DPR RI tapi membangun mental dan integritas lah yang paling mendesak DPR," kata Donal kepada Suara.com, Senin (14/8/2017).
Menurut dia saat ini lembaga DPR sedang mengalami defisit integritas dan moralitas sehingga membuat masyarakat cenderung tidak percaya kepada DPR. Terlebih setelah Ketua DPR, Setya Novanto ditetapkan jadi tersangka kasus dugaan korupsi e-KTP.
"Anda bisa membayangkan betapa buruknya integritas lembaga DPR di depan publik hari ini karena dipimpin oleh tersangka kasus korupsi," ujar Donal.