Suara.com - Pernyataan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengenai wacana pembangunan apartemen untuk tempat tinggal seluruh anggota DPR menimbulkan pro dan kontra. Wacana tersebut muncul lagi di tengah Badan Urusan Rumah Tangga DPR mengusulkan anggaran pembangunan gedung baru dewan pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2018. BURT mengalokasikan Rp500 miliar untuk proyek penataan kompleks, termasuk proyek gedung baru.
Menurut Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan wacana pembangunan apartemen tidak sebenarnya perlu menjadi polemik agar tidak mengganggu tugas anggota dewan.
"Apartemen itu baru wacana. ini sebetulnya nggak perlu dipolemikan. Sehingga tugas-tugas DPR jadi terabaikan. Tapi namanya wacana pendapat sah-sah aja. Jangan itu dianggap sebagai keputusan DPR. Kita bicara yang pasti-pasti saja," ujar Taufik di DPR, Jakarta, Selasa (15/8/2017).
Dia menjelaskan wacana tersebut muncul setelah rencana membangun mal di atas lahan bekas Taman Ria, Senayan, ditolak anggota DPR periode 2009-2014.
Taufik kemudian mengusulkan supaya lahan milik Sekretariat Negara tersebut digunakan untuk kepentingan rakyat, bukan untuk kepentingan swasta dan kelompok tertentu.
"Jadi kalau tidak apartemen, tapi hutan lindung kota, ya boleh-boleh saja. Karena lahan milik Setneg itu harus dikembalikan ke rakyat. Jangan dibuat mall. Untuk hutan kota, untuk menunjang kompleks parlemen. Nanti bisa dikoordinasikan dengan Setneg dan Bappenas. Di Taman Ria itu tidak boleh dikuasi swasta atau kelompok tertentu, harus dikembalikan ke rakyat," kata Wakil Ketua Umum PAN.
Pakai dana swasta
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan pembangunan apartemen untuk seluruh anggota DPR bisa tidak menggunakan anggaran dari DPR, melainkan dari sektor swasta.
"Di luar sana ada tanah namanya tanah punya setneg (Sekretariat Negara), (bekas) Taman Ria. Tanah itu tadinya mau dibangun mal oleh pengembangnya," kata Fahri di DPR, Senin (14/8/2017).
Fahri menambahkan ide pembangunan apartemen untuk anggota dewan sudah muncul sejak DPR periode 2009-2014. Tapi, ketika itu tidak terwujud karena keburu ditolak. Ide itu kemudian muncul lagi dalam beberapa pekan terakhir. Menurut Fahri ketimbang lahan bekas Taman Ria dibangun mal, lebih baik jadi apartemen.
"Ditentang oleh anggota DPR periode lalu. Akhirnya ditutup nggak jadi (dibangun mall)," kata Fahri di DPR, Jakarta, Senin (14/8/2017). "Kami mengatakan setelah diskusi dengan Setneg dikusi dengan kementerian terkait daripada dibikin mal mendingan dibikin apartemen."