Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi mengaku belum mengetahui kekecewaan yang dirasakan salah seorang penyidiknya, Novel Baswedan, terhadap tim kepolisian yang menangani kasus yang menimpanya. Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan, pihaknya belum memperoleh informasi rinci mengenai kekecewaan Novel. Tim KPK yang turut mendampingi Novel, kata Febri, hanya menyampaikan mengenai jalannya proses pemeriksaan.
"Saya belum dapat informasi secara rinci, karena tim advokasi mungkin mendampingi juga di sana, yang kami dapatkan bahwa proses pemeriksaannya seperti apa," kata Febri di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (14/8/2017) malam.
Novel diketahui mengungkapkan kekecewaannya melalui tim advokasi yang mendampinginya diperiksa tim kepolisian di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Singapura.
Dikatakan Febri, selama proses pemeriksaan yang berlangsung hingga sekitar pukul 17.00 waktu setempat, Novel dicecar penyidik kepolisian dengan 20 pertanyaan. Pemeriksaan tersebut seputar peristiwa penyerangan dengan siraman air keras yang dialami Novel pada Selasa (11/4/2017) lalu.
"Jadi 20 pertanyaan yang ditanyakan, jadi berkisar yang terkait dengan peristiwa pada tanggal 11 April dan kronologis sebelum dan setelah itu. Tentu yang diketahui oleh Novel Baswedan," katanya.
Febri berharap pemeriksaan ini akan membuat kepolisian menemukan titik terang terkait kasus teror yang dialami Novel. Dengan demikian, kepolisian dapat segera mengungkap dan menangkap pelaku maupun otak teror ini.
"Bagi KPK, kami secara institusional nanti berharap pelakunya segera ditemukan setelah ini," katanya.
Sebelumnya, Novel melalui tim advokasinya mengungkapkan kekecewaan atas proses penyidikan yang dilakukan tim kepolisian terkait kasus teror terhadapnya. Alghiffari Aqsa, salah seorang tim advokasi yang turut mendampingi Novel mengungkapkan, kekecewaan kliennya lantaran pihak kepolisian mempublikasi saksi-saksi yang dinilai penting terkait kasus teror tersebut. Padahal, sebagai penyidik, kepolisian seharusnya melindungi dan menjaga para saksi kunci.
"Novel menyatakan kecewa karena saksi-saksi kunci dipublikasi oleh polisi. Seharusnya polisi melindungi dan menjaga para saksi kunci, supaya memberi keterangan dengan baik dan secara aman," kata Alghiffari melalui keterangan persnya, Senin (14/8/2017).
Alghiffari bersama tim advokasi lainnya seperti Haris Azhar dan Yati Andriyani turut mendampingi Novel saat diperiksa tim kepolisian di Singapura. Dikatakan, Novel juga kecewa terhadap penyidik kepolisian lantaran terburu-buru membuat kesimpulan sendiri dan mempublikasikan kesimpulan tersebut. Hal ini mengesankan kepolisian sedang menutupi pihak-pihak tertentu.
“Hal ini terkait orang yang memata-matai saya di depan rumahnya, yang polisi sebut sebagai mata elang. Padahal banyak orang menceritakan tidak demikian dan diantara orang tersebut ada yang berupaya masuk ke rumah saya dengan berpura-pura ingin membeli gamis laki-laki,” sambungnya menirukan ucapan Novel.
Tak hanya itu, Novel juga kecewa karena tim penyidik kepolisian tidak menemukan sidik jari pada cangkir yang digunakan pelaku untuk menyiramnya dengan air keras. Padahal itu bukti penting. Novel juga melihat penyidik sebelumnya menjaga jarak dengan keluarganya dan tidak memberikan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) kepada pihak keluarga.
"Saya pernah diberitahu oleh anggota Densus 88 yang melakukan investigasi dan menemukan indikasi pelaku. Foto orang yang diduga pelaku tersebut dikirimkan kepada saya. Setelah menerima saya kirimkan foto tersebut ke adik saya untuk diperlihatkan kepada orang di sekitar kejadian, apakah mereka mengenali foto tersebut. Hasilnya banyak orang yang mengenali foto tersebut dan mereka meyakini orang tersebut sebagai pelaku (pengintai atau eksekutor). Foto tersebut kemudian saya berikan kepada Kapolda dan Rudy (Dirkrimum Polda Metro Jaya). Kejadian sekitar tanggal 19 April 2017," sambungnya lagi.