Suara.com - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi mengungkapkan peran Direktur PT. Biomorf Lone LLC Johannes Marliem dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan kartu tanda penduduk berbasis elektronik.
Jaksa Wawan Yunarwanto mengatakan Marliem berperan sebagai provider produk Automated Finger Print Identification System merek L-1 yang dipergunakan dalam proyek e-KTP.
Marliem terlibat bermula dari Andi Agustinus atau Andi Narogong (kini terdakwa kasus e-KTP) menghadiri pertemuan di restoran Peacock, Hotel Sultan.
Waktu itu, pertemuan juga dihadiri (mantan) Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri Irman dan Sugiharto, Husni Fahmi, anggota DPR Chaeruman Harahap, dan Marliem. Di situ, Andi diperkenalkan oleh Diah Anggraeni dan Marliem kepada peserta yang hadir.
"Atas arahan tersebut, Sugiharto menindaklanjuti dengan cara mengarahkan Johannes Marliem untuk langsung berhubungan dengan Ketua tim teknis, yakni Husni Fahmi. Sementara itu, Diah Anggraeni meminta Chaeruman Harahap selaku Ketua Komisi II DPR untuk segera menyetujui anggaran proyek E-KTP," kata Wawan saat membacakan surat dakwaan Andi Narogong di gedung Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin (14/8/2017).
Setelah itu, Marliem dan beberapa orang beberapakali melakukan pertemuan di ruko Fatmawati -- ruko milik Andi. Hadir pada saat itu Johanes Richard Tanjaya, Andi Narogong beserta timnya, manager Government Public Sector I di PT Astra Graphia IT Mayus Bangun, keponakan Setya Novanto: Irvanto Hendra Pambudi Cahyo, tim dari PNRI, tim dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, dan Paulus Tanos.
"Beberapa vendor atau penyedia barang, diantaranya Johannes Marliem, Business Development Manager PT HP, Berman Jandry S. Hutasoit, Tunggul Baskoro dan Toni Wijaya, masing-masing memwakili PT Oracle Indonesia," kata Wawan.
Marliem kemudian masuk menjadi anggota tim Fatmawati yang bermarkas di ruko Graha Mas, Jalan Fatmawati.
Lalu, pada tanggal 6 Juli 2010, dilakukan pertemuan lagi di ruko Fatmawati. Pada pertemuan tersebut membahas spesifikasi teknis, perangkat penunjang verifikasi AFIS, pembagian kerja pembuatan SOP serta perkiraan harga barang yang akan digunakan dalam proyek e-KTP.
"Untuk pengadaan AFIS menggunakan produk merek L-1 Identity Solutions sebagaimana yang ditawarkan oleh Johannes Marliem," katanya.
Setelah ditetapkan pada pertemuan di Fatmawati, Andi membiayai dan mengadakan uji proof of concept internal antara AFIS Cogent dengan AFIS L-1 milik Johannes Marliem di Puri Casablanka. Saat itu dihadiri oleh Paulus Tannos, Johanes Tan, Jimmy Iskandar Tedjasusila serta perwakilan dari Cogent USA yaitu Dilon dengan tiga kelompok pengusaha.
"Kemudian Johannes Marliem, Irvanto Hendra Pambudi, Paulus Tannos, Vincent Cousin dibawa Andi Narogong kepada Setya Novanto untuk mendapatkan persetujuan, dimana Paulus Tanos dan Vincent Cousin menjadi penyedia chip percetakan kartu dalam proyek E-KTP," kata Wawan.
Setelah disetujui Novanto, Andi meminta Marliem dan Paulus Tanos untuk memberikan uang sejumlah 530 ribu dollar AS kepada Sugiharto. Uang sejumlah 300 ribu dollar AS dari Paulus diberikan melalui Yosep Sumartono di Menara BCA, sementara 30 ribu dollar AS untuk kepentingan hari raya.
"Sedangkan uang 200 ribu dollar AS dari Johannes Marliem diberikan melalui Yosep Sumartono di Mall Grand Indonesia," kata Wawan.
KPK bilang bukan saksi kunci
Komisi Pemberantasan Korupsi menegaskan tidak pernah menyebut Marliem sebagai saksi kunci dalam kasus dugaan proyek kartu tanda penduduk berbasis elektronik.
"Bagi KPK sebenarnya kami tidak pernah menyebut istilah tersebut (saksi kunci), karena saksi-saksi yang kita periksa di persidangan (e-KTP) ada sekitar 110," kata juru bicara KPK Febri Diansyah di KPK.
Nama Marliem mencuat setelah dia meninggal dunia karena diduga bunuh diri di rumahnya, Beverly Grove, Los Angeles, California, Amerika Serikat. Marliem merupakan penyedia alat pengenal sidik jari atau automated fingerprint identification system ke konsorsium penggarap proyek e-KTP, yakni PNRI, yang dibentuk pengusaha Andi Narogong. Marliem pernah mengaku memiliki bukti rekaman pembahasan proyek e-KTP.
Febri mengatakan Marliem tak pernah dijadikan saksi saat penyidikan untuk terdakwa mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri Irman dan Sugiharto. Johannes, katanya, juga tak pernah dihadirkan di persidangan. Keterangan Marliem juga tak digunakan dalam penyidikan kasus e-KTP untuk Andi Narogong.
"Dari 100-an saksi itu juga tidak ada nama Johannes Marliem yang saya amati di sana," kata Febri.
Soal rekaman yang dimiliki Marliem, Febri belum tahu apakah sudah diserahkan ke penyidik KPK atau belum.
"Kalau pun nanti ada bukti-bukti lain, dalam proses penyidikan dibuktikan dan itu memperkuat tentu lebih baik," katanya.