Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah meminta KPK mengurangi retorika non hukum di ruang publik. Hal ini karena belakangan ini KPK, lewat juru bicaranya, lebih sering bermain opini ketimbang informasi proses hukum yang sedang berjalan di KPK.
"KPK itu mesti mulai mengurangi retorika nonhukum di ruang publik. Saya mengusulkan jubir KPK diganti dengan penyidik. Jangan taruh orang yang tidak mengerti proses penyidikan. Harus diganti. Kayak di Mabes polri yang konferensi pers penyidik. Sehingga dia bertanggungjawab juga kepada prosesnya," kata Fahri di DPR, Jakarta, Senin (14/8/2017).
Dia kemudian menyinggung saksi kunci kasus korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP), Direktur PT Biomorf Lone LCC Johannes Marliem yang meninggal dunia.
Kata Fahri, meski KPK menyebut Johannes sebagai saksi kunci, namun yang bersangkutan belum pernah diperiksa. Fahri pun mempertanyakan hal itu.
Baca Juga: Anak Buahnya Diperiksa Polisi, Ketua KPK Ikut Mengawal
"Bagaimana bisa disebut saksi kunci padahal dia belum pernah diperiksa. Dan kita tidak pernah dengar signifkan apa yang dilakukan," kata dia.
Fahri juga menyebut ada keanehan soal tanggapan KPK tentang kematian Johannes. Awalnya, KPK menganggap tidak akan terganggu proses pengungkapan kasus korupsi e-KTP dengan kematian Johannes. Namun, teranyar KPK mengaku kesulitan pengungkapan kasus ini karena saksi kuncinya juga ikutan hilang.
"Yang begini saya menganggap KPK berhentilah. Jangan dianggap kpk itu kantor berita. Kpk itu lembaga pengak hukum. Yang dia omongkan itu hukum saja. Fakta saja. Jangan manuver. Jangan berpolitik. Menyanyangka sikap DPR," ujarnya.
Karena itu, dia sepakat ketika DPR membentuk Panitia Khusus Angket KPK. Harapannya, Pansus ini bisa memberikan rekomendasi untuk perbaikan KPK itu sendiri. Selain masalah juru bicara tadi, dalam catatannya, ada banyak kerja KPK yang tidak benar secara hukum.
"Misalnya, nama orang diumbar terima uang, aliran dana. Sudah ribuan orang dianggap terima aliran dana dari sekian banyak kasus, tidak ada buktinya. Kemarin baru hakimnya menghapus nama-nama yang diumbar KPK melalui dakwaan yang dibocorkan. Di pengadilan (sidang) vonis nama-nama itu hilang," kata dia.
Kata Fahri, seharusnya proses penegakan hukum yang dilakukan KPK dilakukan secara diam-diam dan tidak diumbar-umbar.
"Penegakan hukum itu begini, investigasi diam-diam saja tapi ketangkap gitu lho. Jadi KPK harus pakai ilmu kucing. Diam saja, tapi ikannya ditangkap. Ini kan nggak? Kaya kuda. Lari ke sana ke sini, tapi ujungnya nggak ketangkap karena suara kakinya keras betul. Yang begini ini harus ditransform dalam KPK," ujarnya.
Baca Juga: ICW Curiga Saksi Kunci e-KTP Meninggal Saat Kasus Digarap KPK
Selain itu, Fahri juga menyingung soal proses hukum yang menimpa Mantan Presiden Lutfhi Hasan Ishaq dalam kasus korupsi impor daging sapi. Menurut Fahri, proses investigasi yang dilakukan KPK dalam kasus ini juga tidak tepat. Sebab, ada puluhan orang yang diperiksa, namun hanya satu orang yang menjadi tersangka.