Suara.com - Peneliti Hukum Indonesia Corruption Watch (ICW), Aradila Caesar melihat ada kejanggalan atas kematian saksi kunci kasus dugaan korupsi e-KTP, Johannes Marliem, di Amerika Serikat. Pasalnya, Johannes tiba-tiba diinformasikan meninggal pada saat kasus korupsi e-KTP sedang digarap KPK.
"Kita melihat tentu dari momentum. Kalau orang meninggal kan kita tidak bisa prediksi, tentu itu bukan kuasa kita. Tapi kalau kita melihat, memang kan tentu ada kejanggalan. Kenapa momentum meninggalnya itu saat kasus e-KTP sedang ditangani oleh KPK," kata Aradila di Kantor ICW, Jalan Kalibata Timur IV D, Jakarta Selatan, Minggu (13/8/2017).
Nama Johannes disebut sebagai salah-satu saksi kunci dalam kasus yang diduga melibatkan Ketua DPR, Setya Novanto. Pada Jumat (11/8/ 2017), dia diinformasi meninggal dengan cara bunuh diri. Namun, ada juga versi lain yang menyebutkan, bahwa sebelum Johannes ditemukan, sempat terdengar suara tembakan di sekitar tempat tinggal Johannes.
Hal yang harus dilakukan KPK adalah, melakukan penyelidikan atas kematian Johannes. Pasalnya, hal ini bisa saja berdampak negatif bagi KPK dalam membongkar kasus yang merugikan negara hingga Rp2,3 triliun itu.
"Kita minta KPK juga bekerja sama dengan pihak otoritas di Amerika Serikat untuk menyelidiki kematian dari saksi kunci tersebut. Jangan sampai kematiannya berdampak negatif dalam konteks membongkar kasus e-KTP," ujar Aradila.
Dia juga menilai, KPK punya tanggung jawab kepada publik bahwa kasus e-KTP itu benar-benar ditangani secara serius. Karena kematian Johannes diduga terkait dengan kasus itu, maka KPK juga harus turut melakukan penyelidikan.
"Atinya ada saksi kunci, yang juga nanti KPK harus bisa menjelaskan kepada publik. Kenapa kematiannya bisa terjadi, apakah ada kaitannya kematian saksi kunci dengan kasus e-KTP sendiri," jelas Aradila.
"Apakah ada hal-hal lain di balik kematian dari saksi kunci tersebut. Jadi KPK dalam hal ini juga harus terlibat dalam konteks melakukan investigasi kematian dari saksi kunci tersebut," tutup Aradila.