Suara.com - Menteri Dalam Negerj Tjahajo Kumolo menilai tidak adil bila partai yang pendatang baru langsung mengusung calon presiden pada pemilihan umum serentak pada Tahun 2019 mendatang.
Menurut Tjahjo, Undang-Undnag Pemilu Tahun 2017 yang telah disahkan sebagai langkah untuk menguji partai politik yang baru apakah diresponi masyarakat atau sebaliknya.
"Belum teruji apa dipercaya masyarakat atau tidak, kalau baru langsung ikut yak tidak fair lah. Tidak mungkin juga ada calon tunggal," kata Tjahjo saat jadi pembicara kunci dalam diskusi bertajuk 'Dinamika Politik dan Undang-undnag Pemilu' yang digelar oleh Galang Kemajuan Center di Century Hotel, Senayan, Jakarta Pusat, Sabtu (12/8/2017).
Menurut Kader PDI Perjuangan yang kini duduk di pemerintahan tersebut mengatakan bahwa presidential threshold atau ambang batas pemilihan presiden sebesar 20 atau 25 persen dinilai sebagai langkah yang tepat. Karena itu, pihaknya menyayangkan adanya penggiringan opini bahwa putusan di atas sebagai upaya memanipulasi rakyat.
Baca Juga: Jokowi Belum Pasti Jadi Capres 2019, Tunggu Keputusan Megawati
"Memanipulasi rakyat, rakyat yang mana? Sekarang banyak yang ke kanak-kanakan," kata Tjahjo.
DPR telah mengesahkan Rancangan Undang-undang Pemilu setelah melalui proses sidang paripurna pada Jumat (21/7/2017) lalu.
Paripurna teraebut menetapkan secara aklamasi untuk memilih opsi A, yang utamanya menentukan ambang batas pemilihan presiden sebesar 20 persen dari kursi DPR atau 25 persen dari suara sah nasional.
Artinya, partai politik dapat mencalonkan presiden dan wakil presiden jika menduduki setidaknua 20 persen kursi di DPR. Keputusan tersebut diambil setelah emoat fraksi di DPR yang memilij opsi B dengan ambang batas o persen melakukan aksi walk out.
Baca Juga: Diyakini Akan Ada 3 Nama Capres di 2019, Jokowi, Prabowo dan...