Dugaan Perdagangan Orang, Eks ABK Taiwan Polisikan PT Jasdaf

Jum'at, 11 Agustus 2017 | 22:04 WIB
Dugaan Perdagangan Orang, Eks ABK Taiwan Polisikan PT Jasdaf
Mantan ABK Taiwan, Sayidin (kiri) dan Edy (paling kanan), beserta anggota Serikat Buruh Migran Indonesia, Rizky (tengah), saat melaporkan PT Jasdaf Gemilang Samudra ke Bareskrim Polri, Jumat (11/8/2017). [Suara.com/Nikolaus Tolen]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) dan mantan Anak Buah Kapal (ABK) Taiwan melaporkan PT Jasdaf Gemilang Samudra ke Badan Reserse Kriminal Polri pada Jumat (11/8/2017). Perusahaan yang memberangkatkan ABK ke Cape Town, Afrika Selatan, tersebut diduga melakukan tindak pidana perdagangan orang dengan mengeksploitasi para ABK Hong Wiu 313 milik Taiwan.

"Teman-teman sudah datang ke Indramayu (kantor pusat PT Jasdaf) dan memang kita sudah berusaha untuk menyelesaikan secara kekeluargaan, tapi dari mereka tidak ada itikad baik untuk menyelesaikan. Mereka tak menghiraukan permintaan teman-teman ABK. Jadi kita ambil jalur hukum," kata anggota SBMI Bidang Advokasi, Rizky, di gedung Bareskrim Polri, Jalan Medan Merdeka Timur, Gambir, Jakarta Pusat.

Menurut Rizky, perusahaan yang berpusat di Indramayu, Jawa Barat, tersebut telah merkrut ABK secara ilegal. Pasalnya, perusahaan ini tidak memiliki Surat Izin Usaha Perekrutan Awak Kapal (SIUPAK).

"PT Jasdaf ini juga tidak memiliki surat izin usaha perekrutan awak kapal dari Kemenhub. Kita punya datanya, ada 87 PT yang memiliki izin usaha, tapi PT Jasdaf tidak terdaftar. Dan menurutku, di sistem BNP2TKI dan Tenaga Kerja dia tidak memiliki surat izin perekrutan juga. Kan ini benar-benar perekrutan secara ilegal," kata Rizky.

Lebih lanjut, Rizky mengatakan bahwa karena bersifat ilegal, maka perusahaan ini dengan seenaknya dapat mengeksploitasi ABK. Hal itu bermula ketika para ABK yang diberangkatkan ke Cape Town tidak dibekali pelatihan dasar.

"Seharusnya ada Basic Safety Training (training dasar) sebelum mereka diberangkatkan. Semacam buku panduan. Tapi ini teman-teman hanya kasih pas foto dan dokumen, jadi nggak mendapatkan pelatihan apa pun, tiba-tiba diberangkatkan," lanjutnya.

Rizky pun sangat menyesalkan sikap PT Jasdaf yang sudah mempekerjakan para ABK di luar perjanjian dan kesepakatan pada saat mendaftar. Dikatakannya, para ABK bekerja hampir 20 jam setiap harinya. Hal itu tidak ada dalam kesepakatan saat mereka hendak diberangkatkan ke Afrika Selatan.

"Dijanjikan gaji USD 250 per bulan, teman-teman hanya terima USD 50 selama sembilan bulan di atas kapal. Sisanya yang USD 200 itu nggak pernah nyampe ke keluarganya. Tapi menurut keterangan dari KJRI Cape Town, agensi Taiwan sudah mentransfer itu ke PT Jasdaf. Jadi uang ini ada di PT Jasdaf, dan kita juga dikasih bukti dari KJRI Cape Town juga," kata Rizky.

Rizky yang juga mantan ABK Taiwan pada tahun 2012-2014 lalu ini mengatakan, pihaknya melaporkan ke Bareskrim dengan tindak pidana perdagangan orang, karena PT Jasdaf merekrut orang untuk keuntungan perusahaannya. Apalagi kata dia, perekrutan tersebut untuk bekerja di luar negeri.

"Kita sudah menempuh langkah sesuai dengan prosedurnya, karena teman-teman ABK ini diakui Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 mengenai Perlindungan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Mereka ini terkait dengan ketenagakerjaan," kata Rizky.

Sementara itu, Sadiyin, salah satu mantan ABK Taiwan tersebut mengatakan bahwa dirinya ditipu oleh PT Jasdaf. Dia yang bekerja selama 26 bulan di kapal Hong Wiu 313 tersebut hanya mendapatkan gaji selama sembilan bulan.

"Saya kerja di Kapal Taiwan selama 26 bulan. Terus juga saya merasa ditipu dan dibohongi, karena memang apa yang dibicarakan oleh PT Jasdaf Gemilang Samudra itu tidak sama seperti yang ada. Saya selama 26 bulan bekerja hanya menerima uang senilai sembilan bulan masa saya bekerja. Sisanya sama sekali belum masuk ke rekening saya," keluh Sadiyin.

Pria asal Cirebon, Jawa Barat, tersebut juga mengaku kesal dengan PT Jasdaf karena cerita saat dirinya masuk berbeda dengan kenyataan di lapangan.

"Itu sama sekali tidak sama. Artinya kita dari pola makan, cara kerjanya juga, kita hampir 20 jam satu hari dengan kondisinya di sana. Pokoknya kurang enaklah. Mandi nggak pakai air bersih, air asin, udaranya dingin, nggak sama seperti yang dikatakan (di awal)," katanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI