Suara.com - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Said Aqil Siradj, menolak keras peraturan menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir yang ingin menerapkan delapan jam sekolah bagi siswa. Karena itu, dia meminta pemerintah segera mencabut peraturan menteri tersebut.
"Kami dari NU meolak keras, tidak ada kompromi, tidak ada dialog, yang penting pemerintah harus srgera mencabut permen sekolah lima hari karena itu akan menggusur madrasah diniyah yang dibangun oleh masyarakat, yang guru-gurunya juga dihonor oleh masyarakat swadaya. Yang jumlahnya 76 ribu seindonesia," kata Said saat hadir dalam Grand Launching Hari Santri 2017 di gedung PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Kamis (10/8/2017).
Menurut Said, kalau alasan pemerintah untuk membentuk karakater, pesantren sudah melakukan hal itu. Karenanya, kalau dia diundang untuk membahas sekolah lima hari tersebut, tidak akan memenuhinya.
"Kalau penguatan karakter, ya pesantren udah paling efektif dan nyata. Kalau NU dengan psantren sudah terbukti nyata, pesantren berhasil membangun bangsa karena kiyai pasantren NU tidak ada yang ajar berkhianat atau bohong atau manipulasi. Semua kiyai NU ajarin solid, gotong royong, toleran tidak ada kyai ajari ngebom, antipancasila, dan narkoba," kata Said.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy ingin mengakhiri polemik full day school atau kebijakan delapan jam dan lima hari sekolah, pada 12 Juli lalu. Muhadjir pun telah menyoroti langkah tersebut.
"Ini adalah kebijakan penguatan pendidikan karakter atau PPK," kata Muhadjir kala itu.
Kebijakan tersebut, kata Muhadjir, merupakan implementasi dari visi Nawacita yang dicita-citakan Presiden RI, Joko Widodo.
Kebijakan itu juga disebut sebagai kelanjutan dari paradigma ekosistem pendidikan yang pernah dicetuskan Ki Hadjar Dewantara. Muhadjir pun membantah bahwa implementasi dari kebijakan tersebut mengharuskan seorang siswa menjalani kegiatan pendidikan selama delapan jam dan lima hari sekolah.
"Ini sebaliknya diterjemahkan kepada beban kerja untuk guru," kata Muhadjir.
Dan, untuk memperkuat kembali kebijakan tersebut. Semula yang tertuang dalam permendikbud nomor 23 tahun 2017 itu pun akan ditingkatkan menjadi peraturan presiden.