Suara.com - Sekretaris Jenderal Forum Umat Islam Muhammad Al Khaththath mengkau betah menginap di tahanan Markas Komando Brimob, Kelapa Dua, Depok. Sebab, selama di tahanan Al Khaththath mendapatkan perlakuan yang baik.
Dia ditahan di sana sebagai tersangka pemufakatan makar.
"Biasa saja. Enak kok ditahan di Mako Brimob, nggak ada masalah," kata Al Khaththath di DPR, Jakarta, Kamis (10/8/2017).
Dia menerangkan, jamuan makan di sana juga terkategori cukup baik. Ada tiga kali jam makan yang disediakan pihak Mako Brimob. Namun Al Khaththath memilih makan 2 kali sehari.
Baca Juga: Sebelum Keluar dari Penjara, Khaththath Makan Sop Iga Bakar
Selain itu, aktivitas di dalam tahanan juga dikategorikan cukup baik. Dia bisa berolahraga di dalam tahanan untuk menjaga kebugarannya.
"Enak kok (makan) sehari 3 kali. Saya bikinya malah sehari dua kali karena ingin menguruskan badan. Saya turun 10 kilogram di sana. Karena olah raga lari, dan senam," tuturnya.
Al Khaththath menambahkan, ruang tahanan juga dibuat khusus. Kata dia, ruangannya tidak seperti tahanan yang sering dia lihat.
"Selnya sendirian kok, nggak seperti tahanan biasa," tuturnya.
Terpidana kasus penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) juga ditahan di Mako Brimob. Meski satu tahanan, Al Khaththath mengaku tidak pernah berjumpa dengan Ahok.
Baca Juga: Sel Al Khaththath Dipindahkan dari Mako Brimob ke Sel Polda Metro
"Saya nggak pernah ketemu Ahok dan ga pengen ketemu. Jadi lupain Ahok deh, jangan ditanyain lagi. Nggak perlu," tuturnya.
Al Khaththath akhirnya bisa menghirup udara segar lagi setelah permohonan penangguhan penahanan yang diajukan keluarganya dikabulkan polisi. Dia ditahan selama 2 bulan 3 pekan.
"Alhamdulillah kami ucapkan terimakasih kepada kepolisian telah memenuhi permintaan pengacara kami tim pengacara muslim sudah mengajukan penangguhan, Alhamdulillah ditangguhkan, sama saya di Mako Brimob, di rutan narkoba, maupun Ditreskrimum," kata Al Khaththath di Polda Metro Jaya, Rabu (12/7/2017).
Al Khaththath ditangkap di Hotel Kempinski, Jakarta Pusat, menjelang demonstrasi pada 31 Maret 2017. Aksi tersebut untuk menuntut Presiden Joko Widodo memberhentikan Basuki Tjahaja Purnama dari jabatan gubernur Jakarta.
Dalam kasus ini, dia dijerat dengan Pasal 107 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Juncto Pasal 110 KUHP tentang Pemufakatan Makar.
Selain Khaththath, polisi juga menangkap rekannya yang berinisial ZA, IR, V, dan M. Mereka diduga melanggar Pasal 16 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.