Suara.com - LSM hak asasi manusia Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mencatat dari tahun 2016 hingga Agustus 2017 terjadi 790 peristiwa kekerasan. Sebagian peristiwa tersebut diduga dilakukan oleh pihak kepolisian.
Staf penelitian dan advokasi Kontras Ananto Setiawan mengatakan dari 790 peristiwa kekerasan 1096 orang mengalami luka-luka, 268 orang meninggal, 2255 ditahan secara sewenang-wenang, dan 95 lain mengalami kekerasan.
"Angka ini terus meningkat setiap tahunya. Kultur kekerasan yang ada di polisi semenjak dipisahkan polisi dan TNI ternyata tidak menurun sampai hari ini," ujar Ananto saat menggelar konferensi pers bertajuk 'Membaca Kembali Arah Reformasi Polri' di kantor KontraS, Jalan Kramat II, Kwitang, Jakarta Pusat, Rabu (9/8/2017).
Ananto menyinggung salah satu kasus penembakan yang dilakukan anggota Brimob ke tujuh warga Papua (satu orang tewas) di Kabupaten Deiyai pada awal Agustus 2017.
Baca Juga: Mengapa di Papua Sering Terjadi Kerusuhan Berujung Kematian?
"Kemudian terdapat setidaknya 115 tindak perlakuan penyiksaan dan tindakan keji lainnya yang dilakukan oleh kepolisian di luar dari angka total 163 peristiwa kasus penyiksaan selama satu tahuj belakang," kata Ananto.
Selain itu, dia juga menyinggung pascaterjadinya penyiksaan yang dilakukam oleh oknum polisi menempuh jalur damai dengan cara memberikan suap pada korban atau keluarganya.
"Oknum aparat kepolisian menempuh jalur damai, menyuap dan memberikan sejumlah pengganti insiden kepada keluarga korban," kata dia.
Lebih jauh, Kontras mencatat kasus kekerasan yang dilakukan oleh oknum kepolisian kebanyakan terjadi di tingkat Polres.
"Dari 115 ini hampir separuh terjadi di polres dengan dalil penyiksaan itu untuk menggali informasi meminta keterangan hingga memaksa korban untuk mengakui tindakan kejahatan," kata Ananto.
Baca Juga: Warga Papua Tewas Ditembak Brimob, Polisi Klaim Itu Peluru Karet