Kisah Bekas Pembalut Wanita Berdarah dari Rumah sampai Bak Sampah

Siswanto Suara.Com
Minggu, 06 Agustus 2017 | 09:00 WIB
Kisah Bekas Pembalut Wanita Berdarah dari Rumah sampai Bak Sampah
Tempat sampah [suara.com/Yunita]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pencemaran lingkungan hidup, di antaranya disebabkan oleh sampah pembalut pabrikan sekali pakai.

Menurut penelusuran Suara.com, saat ini masih banyak perempuan di Kota Jakarta yang memakai pembalut sekali pakai dari bahan yang tak mudah terurai. Itu sebabnya, limbah pembalut saban hari dapat dengan mudah ditemukan di tempat-tempat sampah.

Tiffany Angelina (23) merupakan salah satu pemakai pembalut sekali pakai. Setelah pembalutnya kotor, ia hanya menangani dengan membungkusnya dengan plastik atau koran, lalu membuangnya ke tempat sampah.

Dia mengaku kalau lagi puncak menstruasi, dalam sehari bisa sampai enam kali ganti pembalut.

Berbeda dengan Monica (22) untuk mengurangi tingkat pencemaran, biasanya dia akan membersihkan darah kotor di pembalut terlebih dahulu agar tak kemana-mana. Setelah itu, dia membungkusnya dengan kertas koran atau plastik, lalu menaruhnya di tempat sampah.

"Pemakaian dua pembalut, tetapi tergantung berapa banyak (darah kotor) yang keluar sih," kata dia kepada Suara.com.

Grasella Felicia (21) juga menyadari tentang pentingnya mengelola bekas pembalut agar tak memperparah pencemaran lingkungan. Saat seperti Monica, dia akan membersihkan pembalut terlebih dahulu sebelum dibuang ke tong sampah dengan plastik

Dia mengatakan kalau lagi dapat menstruasi, bisa dua sampai tiga kali ganti pembalut dalam sehari, tetapi itu pun tergantung berapa banyak darah yang keluar.

Yulita (21) mengaku kalau sedang datang bulan, minimal bisa dua sampai tiga kali pakai pembalut sintesis dalam sehari.

Debby Angelina (21) menambahkan kalau lagi di rumah, biasanya sampah pembalut cuma digulung, lalu dimasukkan ke dalam plastik hitam dan langsung dibuang ke tempat sampah.

"Kalau lagi di luar, cuci dulu, baru buang. Nggak ada pemisahan. Dibungkus plastik, dibuang bersamaan dengan sampah lainnya," kata dia.

Kalau sedang puncak datang bulan, dia bisa memakai rata-rata empat sampai enam pembalut dalam sehari. Tetapi kalau sudah memasuki hari keempat dan sampai seterusnya biasanya berkurang menjadi dua sampai tiga pembalut saja.

Menurut Mona perempuan perkotaan umumnya memilih pakai pembalut sekali pakai karena dirasa lebih elastis dan higienis ketimbang pembalut kain yang bisa dipakai berkali-kali.

"Selain itu juga karena takut bocor, kan," kata dia kepada Suara.com.

Mona mengatakan umumnya perempuan memakainya karena kebutuhan dan yang banyak tersedia di pasaran adalah pembalut sekali pakai, bukan pembalut kain yang bisa berkali-kali pakai.

Jadi, bisa dibayangkan jika limbah pembalut sintetis yang dihasilkan dari warga Kota Jakarta dalam satu hari diakumulasikan. 

Pembalut lewat tempat sampah kompleks

Setelah limbah pembalut dibuang ke tempat sampah, petugas sampah seperti Rosdi (30) yang akan menemukannya.

Rosdi adalah petugas pengangkut sampah di Jalan Tawakal, Grogol Petamburan, Jakarta Barat. Kecuali hari Minggu, dia setiap hari bekerja memindahkan sampah dari tempat sampah rumahan dengan gerobak ke pool.

Rosdi mengungkapkan saban hari menemukan banyak pembalut bekas. Kendati demikian, dia tidak merasa jijik, meski terkadang terlihat pembalutnya masih ada darah, karena sudah biasa dengan pekerjaan ini.

"Sering banget, karena mayoritas 20 persen pembalut. Banyak, bukan belum pernah lagi, tapi banyak. Namanya saya tukang sampah. Ya biasa aja," ujar Rosdi.

Rosdi mengungkapkan tumpukan sampah pembalut yang terkadang masih terlihat berdarah-darah memang tak sedap dipandang mata, tetapi apa boleh buat, dia tetap harus menanganinya.

"Kalau nggak enak dipandang, emang nggak enak semua. Kalau saya sih nggak terlalu mendalami ya, mau pembalut kek mau apa kek," ujarnya.

Rosdi mengangkut semua sampah dari tempat sampah kompleks tanpa memilah-milahnya terlebih dahulu, kecuali jenis botol dan kertas karena sangat bisa didaur ulang.

"Kalau saya ada pemisahan sampah. Botol dan kertas yang bisa didaur ulang. Kalau pemisahan pembalut nggak ada, langsung digabungin saja," ujar lelaki asal Cirebon, Jawa Barat.

Pembalut lewat depo

Setelah sampah diangkut dari perumahan oleh petugas seperti Rosdi, selanjutnya dibawa ke depo atau tempat penampungan sampah yang lebih besar. Depo menampung kiriman sampah dari berbagai wilayah sekitar.

Sampah pembalut belum berakhir di depo. Nanti masih akan dikirim dengan armada truk ke Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu Bantargebang, Kota Bekasi, Jawa Barat.

Petugas seperti Abdul Kadil (46) yang giliran menangani sampah setelah sampai ke depo. Abdul merupakan petugas Dinas Lingkungan Hidup yang kantornya di depan Pasar Kopro, Tanjung Duren. Kecamatan Grogol Petamburan.

Dari Senin sampai Sabtu, mulai jam lima pagi hingga jam dua siang, dia standby di depo. Dia menangani di dua tempat yaitu pasar darurat dan pasar timbul.

"Kita ada dan tempat, jadi kita rolling. Di pasar darurat, Tomang, RW 10, dan di pasar timbul, Tomang, RW 7. Tiap hari kerja hanya dua tempat saja," ujarnya.

Sebelum sampah diangkat ke dalam truk, terlebih dahulu dipilah antara yang masih bisa didaur ulang dengan yang tidak bisa didaur ulang.

"Pemisahan. Paling di pilah-pilah saja. Yang bisa dimanfaatin," ujar Abdul sambil menunjukkan sampah yang telah dipisahkan berupa botol-botol plastik.

Abdul mengakui kesadaran warga untuk memilah sampah sebelum dibuang ke tempat sampah masih minum. Mereka masih membuang sampah campur aduk.

"Warga nggak mungkin dipilah-pilah sampah yang mana ini harus ini, yang penting dibuang aja. Tinggal kita yang gimana pilah-pilah saja," ujarnya.

Pembalut merupakan salah satu jenis sampah yang banyak ditemukan di sana. Sampah jenis ini tentu tidak akan diambil karena sudah tidak dapat didaur ulang.

"Pembalut banyak. Ada pempers nenek gitu juga, langsung dibuang saja. Tergantung ada yang diplastikin dan ada juga yang nggak. Ya tergantung manusianya," ujarnya.

Meski sampah seperti pembalut bentuknya menjijikkan sekali, dia enjoy saja mengerjakan tugas.

"Jadi kita buat enjoy aja kalau kerja. Kalau yang nggak biasa udah muntah," ujar Abdul.

Setelah sampah dimasukkan ke dalam truk, selanjutnya dibawa ke TPST Bantargebang oleh supir seperti Usep (35). Usep merupakan supir dari Dinas Lingkungan Hidup Kecamatan Grogol Petamburan.

"Saya bagian pengemudinya saja, bawa mobil buang ke Bantargebang, Bekasi, sana," ujar lelaki yang sudah satu tahun menjadi supir truk sampah.

Bagaimana kisah sampah pembalut selanjutnya? Pemulung di Bantargebang yang akan menjadi saksi selanjutnya. (Yunita)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI