Delapan Rekomendasi Konferensi Jaringan Antar Iman Indonesia 2017

Minggu, 06 Agustus 2017 | 00:03 WIB
Delapan Rekomendasi Konferensi Jaringan Antar Iman Indonesia 2017
Konferensi Jaringan Antar Iman Indonesia (JAII) VIII di Bandung 3-5 Agustus 2017. (dok JAII)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Konferensi Jaringan Antar Iman Indonesia (JAII) VIII di Bandung 3-5 Agustus 2017 menyoroti beberapa tahun terakhir ujaran kebencian, intimidasi, dan kekerasan atas nama agama menyebabkan polarisasi masyarakat melalui sentimen suku, agama, ras atau etnis dan antargolongan (SARA).

Ketua SC Konferensi JAII VIII Pdt. Supriatno menjelaskan dunia pendidikan dari usia dini sampai jenjang universitas banyak dikuasai kelompok intoleran. Demikian juga ruang-ruang publik lainnya yang terus dimasuki kekuatan-kekuatan yang tidak menghargai dan menghormati keberagaman bangsa.

“Lebih ironis lagi, kelompok radikal semakin terkonsolidasi dengan aksi-aksinya yang agresif dan meluas seperti kasus-kasus persekusi yang menarget warga yang berbeda pandangan keagamaan dan etnis,” kata Supriatno dalam siaran persnya, Sabtu (5/8/2017). 

Konferensi Jaringan Antar Iman Indonesia (JAII) VIII bertemakan ‘Memperteguh Indonesia sebagai Negara dan Bangsa yang Berdasarkan Pancasila dan UUD 1945’. Konferensi itu melibatkan tokoh-tokoh kunci berbagai agama, keyakinan atau kepercayaan yang berasal dari Papua, Maluku, NTT, NTB, Sulawesi, Kalimantan, Bali, Jawa, Sumatera sampai Aceh.

Baca Juga: Polri: Intoleransi Adalah Akar Dari Terorisme

Lanjut Supriatno, radikalisme dan kekerasan atas nama agama disebabkan oleh banyak faktor, bukan hanya keyakinan. Konferensi JAII VIII menggali dan mencari jalan keluar bersama terkait isu ihwal peran dan fungsi negara atau pemerintah dalam menghormati dan melindungi hak-hak beragama dan menjalankan ibadah; pendidikan; traficking, serta sumberdaya alam dan lingkungan hidup.    

Konferensi JAII VIII di Bandung merekomendasikan beberapa sikap dan tuntutan penting. Mereka meminta Pemerintahan Joko Widodo–Jusuf Kalla (Pemerintah) perlu memberikan jaminan perlindungan terhadap hak-hak beragama dan berkeyakinan atau berkepercayaan segenap warga sebagai upaya penghormatan terhadap HAM dan keberagaman. Pemerintah perlu serius dalam menjalankan agenda Nawa Cita seperti melakukan penghapusan aturan-aturan yang diskriminatif.

Selain itu pemerintah agar serius mengupayakan tindakan pencegahan trafficking dan mengambil tindakan hukum yang tegas terhadap para pelaku termasuk pemulihan psikososial bagi para korban trafficking. Pemerintah juga harus tegas menegakkan hukum bagi semua pelaku perusak sumber daya alam dan lingkungan, serta melakukan usaha pemulihan kerusakan lingkungan seperti dengan melakukan reboisasi.

Pemerintah perlu melakukan upaya perlindungan berkelanjutan sumber daya alam secara sistematis dan terukur sebagai penyangga kehidupan masyarakat. Pendidikan dan Kebudayaan perlu lebih serius dalam membangun sistem pendidikan yang menangkal radikalisme dan menyusun kurikulum yang menghidupkan penghormatan terhadap perbedaan serta membersihkan materi-materi pembelajaran yang diskriminatif

Mengajak seluruh tokoh agama, tokoh masyarakat, dan kelompok masyarakat sipil lintas-iman untuk saling bekerjasama dalam melawan radikalisme dan meneguhkan Indonesia sebagai negara dan bangsa yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Baca Juga: DPR Minta Kasus Habib Rizieq Tidak Ditautkan Isu Intoleransi

“Mengajak masyarakat agar lebih banyak mengabarkan praktik-praktik baik dan inspiratif kehidupan beragama dan berkeyakinan yang penuh penghormatan dan kehidupan harmoni antar-iman, baik melalui media massa maupun media sosial,” tutup Supriatno.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI