Jadi Imam Tertinggi, Jokowi Harus Ikut Tuntaskan Kasus Novel

Sabtu, 05 Agustus 2017 | 15:50 WIB
Jadi Imam Tertinggi, Jokowi Harus Ikut Tuntaskan Kasus Novel
Presiden Jokowi memberikan penghargaan pada 4 penerima Adhi Makayasa di Istana Merdeka, Jakarta. [Foto Biro Pers Setpres]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak mendesak Presiden Joko Widodo untuk turun tangan langsung menyelesaikan pengusutan kasus dugaan penganiayaan dengan penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan. Presiden Jokowi, menurut dia, bisa turun tangan dengan cara segera membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF).

"Kenapa tadi saya sebutkan minta TGPF dibentuk Presiden karena presiden itu adalah puncak dari kepemimpinan negeri ini, beliau adalah imam tertingginya. Sehingga komitmen dari presiden itu bisa mendorong tindakan pro yustitia, itu intinya," kata Dahnil di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (5/8/2017).

Faktor didesaknya Jokowi segera membentuk TGPF tersebut karena Dahnil yakin kasus tersebut terkait dengan lembaga tertentu, juga dengan orang kuat.  Sebab, dengan demikian pihak-pihak yang terlibat tersebut bisa dieksekusi secara yudisial atau secara hukum.

"Masyarakat sipil punya data-data yang dikumpulkan, Pemuda Muhammadiyah punya data-data yang dikumpulkan, teman-teman Kontras, semuanya sudah mengumpulkan data. Novel mengumpulkan data. Tapi kalau kemudian data itu hanya diserahkan kepada pihak kepolisan atau pihak tertentu yang kemudian itu terkait dengan orang-orang kuat, nggak akan bisa melakukan pro yustitia secara adil dan berkeadilan," katanya.

Hal senada juga disampaikan oleh Peneliti Indonesia Corruption Watch Adnan Topan Husodo. Menurut dia, pihaknya terus mendesak Presiden Jokowi untuk membentuk TGPF, karena berkaca dari kasus-kasus sebelumnya.

"Kasus seperti ini sulit terungkap kalau menggunakan cara biasa. TGPF dimaksudkan menerobos segala halangan yang struktural atau informal yang ikut mengganggu kerja pengungkapan perkara. Karena itu kalau tidak dibentuk segera, kita khawatir upaya menghilangkan, mengaburkan dan menyembunyikan bukti yang harusnya dimiliki penegak hukum menjadi lebih mudah karena ini sudah 116 hari," kata Adnan.

Sementara terkait adanya pernyataan Kapolri Jenderal Tito Karnavian yang menilai TGPF tidak pro yustita, Adnan tidak membantahnya. Namun, menurut dia pro yustisia itu ada pada posisi kepolisian dan institusi penegak hukum lain. 

"TGPF tetep legal meskipun mereka tak bisa menjalankan kerja seperti kerja pro yustisia. Ini hanya sebagai alat bantu bagi kepolisian untuk mengurai berbagai macam bottle neck yang mereka hadapi. Kalau mereka sendiri yang menyelesaikan, kita melihat ada ketidakmampuan untuk bisa mengurai sumbatan yang dihadapi penyidik dan mereka yang bertanggungjawab secara pro yustisia," kata Adnan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI