Suara.com - Seorang jurnalis media massa bebahasa Bengali di Dumuria, Bangladesh, bernama Abdul Latif Morol, ditangkap polisi karena dituduh memfitnah seorang menteri.
Ia ditangkap karena mengkritik program pembagian kambing Menteri Perikanan dan Peternakan Narayan Chandra Chanda, melalui Facebook.
Namun, seperti diberitakan Hindustan Times, Rabu (2/8/2017), seorang jurnalis media saingannya melaporkan Latif ke polisi atas pasal fitnah dalam undang-undang tentang penggunaan media sosial di Bangladesh.
"Dia dituduh memfitnah menteri karena mengunggah tulisan yang berisi kritikan atas program pembagian kambing tersebut di Facebook,” kata kepala kepolisian Morol dikatakan memfitnah menteri perikanan dan peternakan negeri, Narayan Chandra Chanda, setelah membuat pernyataan yang menghinanya di Facebook," kata kepala polisi Dumuria, Sukumar Biswas.
Baca Juga: Saefullah Peringatkan Lurah dan Camat Jangan 'Sunat' Gaji PHL
Dalam akun Facebook miliknya, Latif mengkritik Menteri Narayan karena kambing yang dibagikannya kepada masyarakat tidak sehat.
Sebab, setelah dibagikan pada pagi hari, kambing-kambing pemberian pemerintah tersebut langsung mati pada malamnya.
“Status” tersebut diunggah ke Facebook setelah Latif meliput acara pembagian kambing oleh Narayan di Dumuria, Sabtu (29/7) pekan lalu.
Dalam kegiatan tersebut, sang menteri membagikan banyak kamping, ayam, bebek, kepada petani maupun warga miskin.
Namun, menurut penulusuran Latif, terdapat satu ekor kambing hasil pembagian si menteri yang mati pada malam harinya.
Baca Juga: Tak Ingin Kecolongan di Putaran Kedua, MU Evaluasi
Oleh jurnalis media saingannya, tulisan Latif dianggap tidak benar dan cenderung memfitnah sang menteri. Dalam laporan ke polisi, jurnalis saingannya itu menyebut Latif seharusnya menyalahkan warga yang diserahkan ternak tersebut, bukan sang menteri.
Untuk diketahui, masyarakat dan jurnalis di Bangladesh rentan dipenjara hanya gara-gara mengunggah ”status” di media-media sosial.
Karenanya, banyak kalangan yang memprotes dan mendesak pemerintah merevisi aturan-aturan dalan undang-undang mengenai penggunaan media sosial. UU tersebut dianggap banyak mengandung “pasal-pasal karet” yang bisa digunakan seseorang untuk memenjarakan lawannya.