Kajari Pamekasan Ditangkap KPK, Kejagung Dinilai Gagal
Peristiwa ini dinilai sebagai tanda kegagalan Kejaksaan Agung dalam melakukan pembinaan jajarannya.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Keadilan menilai operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK terhadap Kajari Pamekasan Rudi Indra Prasetya dapat dianggap sebagai tanda kegagalan Kejaksaan Agung dalam melakukan pembinaan jajarannya.
Pengawasan di internal kejaksaan juga masih belum berjalan dengan optimal karena hingga saat ini terbukti bahwa institusi kejaksaan belum bersih dari praktik korupsi, kata Ketua Pengurus LBH Keadilan Abdul Hamim Jauzie dalam siaran persnya yang diterima di Jakarta, Kamis (3/8/2017).
KPK pada Rabu (2/8/2017) melakukan OTT atas Kepala Kejaksaan Negeri Pamekasan Rudi Indra Prasetya beserta Bupati Pamekasan Achmad Syafii, Kepala Inspektorat Pamekasan Sutjipto Utomo, Kepala Desa Dassok Agus Mulyadi, dan Kabag Administrasi Inspektur Pamekasan Noer Solehhoddin.
Baca Juga: Alasan Johanis Tanak Ingin Hapus OTT KPK: Tak Sesuai KUHAP
Kelima orang itu saat ini telah ditetapkan sebagai tersangka.
Abdul Hamim mengatakan LBH Keadilan menmuji KPK yang terus menunjukan prestasinya dalam pemberantasan korupsi.
Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat, sejak 2008 telah ada enam jaksa yang ditangkap KPK, yakni: 1. Urip Tri Gunawan (Kejaksaan Agung) yang tertangkap basah menerima suap senilai 660.000 dolar AS atau setara Rp6 miliar dari Artalyta Suryani (orang dekat Sjamsul Nursalim) pada 2 Maret 2008.
Ia juga menerima suap dari mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Glenn Yusuf melalui pengacara Reno Iskandarsyah senilai Rp1 miliar. Urip divonis hukuman 20 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada 4 September 2008.
Urip terbukti menerima uang terkait dengan jabatannya sebagai anggota tim jaksa penyelidik perkara Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Baca Juga: Johanis Tanak Blak-blakan Mau Hapus OTT KPK, Disambut Tepuk Tangan Anggota Komisi III DPR
Bantuan itu diberikan kepada Bank Dagang Nasional Indonesia milik Sjamsul Nursalim.
Di tingkat banding, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menguatkan vonis 20 tahun bui terhadap Urip pada 28 November 2008.
Sedangkan Mahkamah Agung, pada 11 Maret 2009, menolak permohonan kasasi Urip. Jumat, 12 Mei 2017, Urip akhirnya keluar dari penjara karena mendapat pembebasan bersyarat dari Kemenhukham.
2. Fahri Nurmalo (Kejati Jawa Tengah) yang juga ketua tim jaksa yang menangani kasus korupsi penyalahgunaan dana BPJS Kabupaten Subang, Jawa Barat, diduga menerima suap Rp 528 juta dari Ojang (Bupati Subang) agar namanya tidak disebut dalam perkara yang menjerat Jajang di Kejati Jawa Barat.
Gahti dan Ojang ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 11 April 2016. Pada 2 November 2016, majelis hakim Pengadilan Tipikor Bandung akhirnya memvonis jaksa Fahri 7tujuhtahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider kurungan empat bulan.
3. Devianti Rohaini (Kejati Jawa Barat), seorang jaksa penuntut umum di Kejati Jawa Barat, bersama jaksa Fahri menerima uang suap dalam penanganan kasus korupsi penyalahgunaan dana BPJS Kabupaten Subang, Jawa Barat. Uang tersebut diberikan secara langsung di ruang kerja Devi, yang berlokasi di lantai 4 kantor Kejati Jabar.
Saat Devi ditangkap pada 11 April 2016, petugas KPK menemukan uang yang diduga hasil pemberian Lenih sebesar Rp 528 juta.
Pada 2 November 2016, majelis hakim Pengadilan Tipikor Bandung akhirnya memvonis jaksa Devi 5 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider kurungan empat bulan.
4. Farizal (Kejati Sumatra Barat), yang merupakan jaksa di Kejaksaan Negeri Padang, pada 26 September 2016 ditahan KPK.
Farizal diduga menerima suap Rp365 juta dari Direktur Utama CV Semesta Berjaya, Xaveriandy Sutanto.
Uang yang diberikan Xaveriandy itu untuk mengatur perkara yang disidangkan di Pengadilan Negeri di Padang.
Dalam kasus tersebut, Farizal bertindak seolah-olah sebagai penasihat hukum Xaveriandy dengan cara membuatkan eksepsi dan mengatur saksi-saksi yang menguntungkan.
Kasus ini juga menyeret ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman.
Pada 5 Mei 2017, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Padang memvonis Farizal limatahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider subsider bulan penjara serta wajib membayar uang pengganti Rp 335,6 juta. 5. Parlin Purba (Kejati Bengkulu) pada 9 Juni 2017, KPK menangkap Kepala Seksi III Intel Kejaksaan Tinggi Bengkulu ini di salah satu resto di Objek Wisata Pantai Panjang, Kota Bengkulu.
KPK juga menangkap pejabat pembuat komitmen (PPK) pada Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) VII Provinsi Bengkulu, Amin Anwari, dan Direktur PT Mukomuko Putra Selatan Manjudo Murni Suhardi.
Suap yang diberikan kepada Parlin diduga berhubungan dengan pengumpulan data dan bahan keterangan indikasi korupsi terkait dengan proyek pembangunan irigasi yang berada di bawah Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) VII Provinsi Bengkulu.
Saat operasi tangkap tangan, tim KPK menyita barang bukti berupa uang senilai Rp 10 juta. Diduga, sebelumnya Parlin telah menerima uang sebesar Rp 150 juta. Proses hukum masih berjalan. 6. Kajari Pamekasan yang telah ditetapkan sebagai tersangka bersama empat orang lainnya termasuk Bupati Pamekasan.
Achmad, Sutjipto, Agus, dan Noer disangkakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sedangkan Rudy disangkakan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Suap itu diberikan Agus kepada Rudy untuk 'mengamankan' laporan penanganan kasus oleh Kejari Pamekasan terkait dengan pengadaan di desanya yang menggunakan dana desa dengan nilai proyek Rp100 juta. (Antara)