Suara.com - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo memastikan tidak ada barter terkait dengan rencana Ketua Umum Perindo Hary Tanoesoedibjo mendukung Jokowi.
"Nggak ada barter-barteran," kata Tjahjo di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (2/8/2017).
Mantan Sekjen PDI Perjuangan ini pun mengaku kaget dengan rencana dukungan Perindo kepada Jokowi. Dia mengaku sempat bertemu Hary Tanoe, namun tak ada pembicaraan dukungan, justru mengevaluasi kinerja Kepemimpinan Jokowi.
Saat ini, Hary Tanoe menjadi tersangka kasus dugaan ancaman terhadap jaksa Yulianto.
Tjahjo mengakui semalam telah bertemu dengan Hary Tanoe. Tetapi bukan untuk lobi politik, melainkan untuk berbicara tentang masalah kebangsaan.
"Saya semalam lima jam sama Pak Hary Tanoe, tidak membicarakan soal itu ya. Tapi kami mengevaluasi kinerja Pak Jokowi. Ya nanti kita lihat, ini kan mulai berkembang," ujar dia.
Pertemuan tersebut, kata Tjahjo, merupakan inisiatif Hary Tanoe.
"Tidak ada (lobi-lobi), hanya dia mengundang, saya datang," kata dia.
Sekretaris Sekolah Politik PDI Perjuangan Eva Sundari berharap jangan sampai langkah Hary Tanoe memunculkan kecurigaan.
"Ya jangan sampai ada kecurigaan seperti itu," kata Eva di DPR.
Eva memandang dukungan ini sebagai insting politik yang pragmatis. Artinya, kata dia, kemungkinan Hary Tanoe dan Perindo hanya ingin menempel dengan gerbong partai pendukung pemerintah yang sudah kuat.
Itu sebabnya, menurut Eva, dukungan tersebut harus diuji. Apalagi, Hary Tanoe dan jaringan medianya di bawah MNC Group kurang "bersahabat" seperti PDI Perjuangan mengusung Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di pilkada Jakarta periode 2017-2022.
Eva tidak mewanti-wanti bahwa setiap dukungan politik terhadap Jokowi harus terukur.
"Nah karena itu, dukungan itu harus konkrit, terukur dan produktif. Ojo mengko gebuki Jokowi. Ngene kan lucu yo kalo ngono. Dan jangan ada transaksi di awal. Durung ono kinerja jaluk jadi cawapres. Umpamane ngono aku ya mohon maaf, karena itu menurutku harus terukur," kata dia.