Larang Buku Islam Toleran, Pemerintah Malaysia Panen Kecaman

Reza Gunadha Suara.Com
Rabu, 02 Agustus 2017 | 17:33 WIB
Larang Buku Islam Toleran, Pemerintah Malaysia Panen Kecaman
Malaysia resmi melarang peredaran buku
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Malaysia resmi melarang peredaran buku "Breaking The Silence: Voices of Moderation, Islam In A Constitutional Democracy", yang mempromosikan Islam berparas moderat.

Pelarangan buku tersebut, seperti dilansir Agence France-Presse, Rabu (2/8/2017), mendapat kecaman dari kalangan aktivis dan penulis negara tersebut.

Mereka menilai, kebijakan pelarangan buku tersebut menunjukkan perkembangan pesat kaum konservatif Islam di Malaysia.

Baca Juga: Anggota DPD RI Tercebur Sungai saat Kunjungi Desa, Ini Videonya

Buku itu sendiri berisi koleksi esai sejumlah penulis yang diorganisasikan oleh kelompok Muslim Malaysia untuk menyebarkan prinsip toleransi Islam.

Deputi Perdana Menteri Ahmad Zahid Hamidi yang mendatangani keputusan pelarangan buku itu menyebut, mencetak atau memunyai buku itu merupakan pelanggaran hukum. Sebab, buku tersebut memicu perdebatan opini publik.

Siapa pun yang mencetak atau memunyai buku produksi penerbit Singapura itu bakal dihukum penjara paling lama tiga tahun.

Pemerintah Malaysia masih sering menerapkan kebijakan pelarangan atau sensor terhadap buku,  film, dan lagu, yang dianggap bertentangan dengan doktrim agama resmi dan seksualitas.

Tapi, kaum aktivis dan penulis menilai kebijakan seperti itu semakin ketat dalam beberapa tahun terakhir.

Baca Juga: Keji, Bom Bunuh Diri Guncang Muslim Syiah yang Sedang Salat Isya

Buku “Breaking The Silence…” sendiri adalah kumpulan esai dari mantan-mantan pejabat negara dan diplomat Malaysia yang dikenal dengan sebutan “G25”.

Seorang penulis esai dalam buku itu, Chandra Muzaffar, menuturkan pelarangan itu justru membuat pemerintah membuka kedok sendiri, yakni pemerintahan “Islam yang otoritarian”.

“Pesan utama buku ini adalah pemikiran Islam yang ekstrem dan fanatisme membabibuta harus dilawan dengan pergerakan intelektual,” tuturnya.

Aktivis hak asasi manusia Marina Mahathir bahkan menyebut pelarangan tersebut sebenarnya upaya pemerintah untuk membungkam kritik.

“Kebijakan pelarangan itu merupakan cara pemerintah untuk membungkam siapa pun yang berani mengkritik mereka,” tegas putri mantan PM Malaysia Mahathir Muhammad.

 

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI