Suara.com - Malaysia resmi melarang peredaran buku "Breaking The Silence: Voices of Moderation, Islam In A Constitutional Democracy", yang mempromosikan Islam berparas moderat.
Pelarangan buku tersebut, seperti dilansir Agence France-Presse, Rabu (2/8/2017), mendapat kecaman dari kalangan aktivis dan penulis negara tersebut.
Mereka menilai, kebijakan pelarangan buku tersebut menunjukkan perkembangan pesat kaum konservatif Islam di Malaysia.
Baca Juga: Anggota DPD RI Tercebur Sungai saat Kunjungi Desa, Ini Videonya
Buku itu sendiri berisi koleksi esai sejumlah penulis yang diorganisasikan oleh kelompok Muslim Malaysia untuk menyebarkan prinsip toleransi Islam.
Deputi Perdana Menteri Ahmad Zahid Hamidi yang mendatangani keputusan pelarangan buku itu menyebut, mencetak atau memunyai buku itu merupakan pelanggaran hukum. Sebab, buku tersebut memicu perdebatan opini publik.
Siapa pun yang mencetak atau memunyai buku produksi penerbit Singapura itu bakal dihukum penjara paling lama tiga tahun.
Pemerintah Malaysia masih sering menerapkan kebijakan pelarangan atau sensor terhadap buku, film, dan lagu, yang dianggap bertentangan dengan doktrim agama resmi dan seksualitas.
Tapi, kaum aktivis dan penulis menilai kebijakan seperti itu semakin ketat dalam beberapa tahun terakhir.
Baca Juga: Keji, Bom Bunuh Diri Guncang Muslim Syiah yang Sedang Salat Isya
Buku “Breaking The Silence…” sendiri adalah kumpulan esai dari mantan-mantan pejabat negara dan diplomat Malaysia yang dikenal dengan sebutan “G25”.