Suara.com - Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri, Komisaris Besar Martinus Sitompul membeberkan peran Trisnawan Widodo sebagai Dirut PT IBU, hingga akhirnya ia ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus curang terhadap konsumen.
"TW patut diduga bertanggungjawab terhadap beberapa praktek kecurangan dan pelanggaran terhadap aturan yang ada," kata Martinus di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (2/7/2017).
Menurut Martinus, penetapan tersangka terhadap Trisnawan sudah memenuhi dua alat bukti permulaan yang cukup, setelah dilakukan gelar perkara yang melibatkan biro pengawas Bareskrim, inspektorat, divisi hukum dan mendengar paparan penyidik dan ahli.
Kata dia, PT IBU telah diduga melakukan perbuatan curang ke konsumen. Dimana kosumen tidak terima hak-hak mereka yang disajikan di label kemasan beras.
Baca Juga: Dirut PT IBU Jadi Tersangka Kasus Beras Maknyuss
"Di label kemasan, dicantumkan AKG. Yang seharusnya ditampilkan adalah komposisi dari beras itu. Namun yang ditampilkan angka kecukupan gizi," ujar Martinus.
Angka Kecukupan Gizi atau AKG biasa ditampilkan di kemasan bagian luar sebuah makanan olahan. Bukan bahan baku seperti beras.
Ia menerangkan, AKG dicantumkan pada kemasan makanan olahan supaya bisa memudahkan konsumen memilih sesuai kebutuhan gizinya. Akan tetap, sejauh ini tidak terdapat AKG pada kemasan beras karena masih merupakan bahan olahan.
"AKG adalah kebutuhan apabila sudah dikonsumsi akan menghasilkan berapa protein, lemak dan sebagainya. Tapi di beras, nggak ada. Karena kan itu bukan merupakan sebuah produk olahan, tapi bahan mentah. Tapi dicantumkan AKG," tutur Martinus.
Selain itu, penyidik juga menemukan adanya praktek curang oleh PT IBU pada produk beras Maknyuss dan Ayam Jago. Pada dua produk tersebut tidak tertera standart kualitas dan mutunya. Padahal, itu merupakan keharusan yang harus dipenuhi oleh semua produk, supaya dapat diketahui apakah produk tersebut sudah sesuai dengan Standar Nasional Indonesia.
Baca Juga: Presiden Jokowi Bisa Jatuh Gara-gara Masalah Beras
"Ditampilkan ini memiliki SNI 2008. Setelah dicek dengan sertifikat yang dimiliki, setiap merk yang didaftarkan menjadi sebuah saran dapatkan SNI, ada yang menyatakan dia mutu satu. Tapi setelah diperiksa di lab, bukan mutu satu, dua, malah di bawahnya," ujar Martinus.
Hal lain yang juga memberatkan PT IBU yaitu terletak pada kemasan yang tidak mencantumkan dimana produk tersebut diproduksi secara jujur. Nama tempat produksi yang ada pada kemasan dan yang sebenarnya tidak sesuai.
"Ini menyulitkan pengawasan stakeholder berapa jumlah produksi dan berapa yang didistriusi. Pengawasan stakeholder nggak bisa optimal karena PT nya nggak sesuai dengan tempat diproduksi," ucap Martinus.
Sebagai Direktur Utama PT IBU, maka Trisnawan diduga melanggar beberapa hulu dan hilir. Di hulu terjadi praktek kecurangan diatur dalam KUHP 382 BIS dimana diatur perbuatan curang yang berakibat pada kerugian konsumen.
Sedangkan di hilir, yaitu pada saat beras sudah diproduksi, dikemas dan sudah di lokasi penjualan, maka pelanggaran yang dilakukan yaitu pelanggaran terhadap UU Pangan.
"Sehingga patut diduga TW melanggar 144 juncto pasal 100 ayat 2 UU 18 tahun 2012 Tentang Pangan. Kemudian Pasal 62 juncto pasal 8 ayat 1 huruf e,f,g atau pasal 9 ayat h UU nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen," kata Martinus.