Suara.com - Presiden Joko Widodo menginstruksikan kepada Kapolri Jenderal Tito Karnavian untuk segera mengungkap kasus penyerangan dengan air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan.
"Beliau memerintahkan agar dituntaskan sesegera mungkin, itu perintah beliau," kata Tito dalam konferensi pers di kantor Presiden usai menghadap Jokowi, Senin (31/7/2017).
Tito mengatakan telah melaporkan perkembangan penanganan kasus Novel hingga kendala lapangan yang ditemui penyidik.
"Kami sudah sampaikan langkah-langkah yang sudah kami lakukan. Prinsipnya kami ingin agar sesegera mungkin, tapi kadang-kadang ada kendala-kendala di lapangan," kata dia.
Dalam waktu dekat, Polri bertemu KPK untuk membahas langkah-langkah pembentukan tim gabungan investigasi.
"Mungkin dalam beberapa hari ke depan kami akan melakukan pembicaraan dengan komisioner KPK untuk membahas langkah-langkah, baik pemeriksaan mendengar keterangan Novel secara detail di Singapura maupun bahas tim penyelidik dari KPK yang bergabung dengan Polri. Tim gabungan ini untuk memverifikasi teknis hal-hal yang sudah dikerjakan oleh Polri maupun untuk melakukan langkah-langkah bersama ke depan dalam rangka mengungkap kasus ini. Jadi namanya tim gabungan Polri-KPK," ujar dia.
Sejumlah pihak, termasuk Novel sendiri pesimistis kasus terungkap jika ditangani sendiri oleh Polri. Novel menduga ada keterlibatan petinggi Polri dalam kasusnya. Itu sebabnya, dia menginginkan dibentuk independen.
Amnesty International Indonesia mendesak Presiden untuk membentuk tim pencari fakta. Sebab, sudah lebihd ari seratus hari, pelaku belum ditangkap.
"Rencana Presiden mengundang Kepala Kepolisian Indonesia Jenderal Tito Karnavian perlu ditindaklanjuti dengan pembentukan TPF untuk segera membuka kebenaran kasus tersebut," kata Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid melalui keterangan pers yang diterima wartawan.
Mantan Koordinator Kontras itu menjelasan pendirian TPF sangat penting, sebab besar kemungkinan kasus Novel tak terlepas dari urusan politik.
Menurutnya Novel diserang karena mengusut keterlibatan petinggi-petinggi pemerintah dan DPR dalam kasus-kasus korupsi.
"Apalagi baru-baru ini, Novel sendiri menyebut ada keterlibatan jenderal polisi dalam penyerangan terhadap dirinya. Jiwanya pun dalam bahaya," kata Usman.
Kata Usman, penyerangan terhadap pegiat antikorupsi bukan terjadi pertama kalinya. Pada Tahun 2010, aktivis Indonesian Corruption Watch, Tama Satrya Langkun diserang oleh beberapa orang pada dini hari. Namun kasusnya masih terbengkalai hingga saat ini.
Berbeda dengan kasus pembunuhan aktivis Munir Said Thalib yang berhasil diungkap pelaku dan motif kejahatannya berkat usaha dari TPF, meski dalang di balik pembunuhan itu tak pernah dipenjarakan. Belajar dari pengalaman dua kasus tersebut, pembentukan TPF dalam penyelesaian kasus Novel Baswedan adalah keharusan.
"Pembentukan TPF kasus Novel ini penting untuk mencegah munculnya korban-korban lain di masa mendatang. Pengawasan kasus ini harus terus dilakukan agar tak berulang kepada siapapun, apalagi kepada mereka yang berusaha menegakkan hukum dan HAM," kata Usman.