Suara.com - Amnesty International Indonesia mendesak Presiden Joko Widodo untuk membentuk Tim Pencari Fakta (TPF) kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan. Sebab, sudah 111 hari berlalu, namun belum ada tanda-tanda penuntasan pengusutan oleh kepolisian.
"Rencana presiden mengundang Kepala Kepolisian Indonesia Jendral Tito Karnavian perlu ditindaklanjuti dengan pembentukan TPF untuk segera membuka kebenaran kasus tersebut," kata Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid melalui keterangan pers yang diterima wartawan, Senin (1/8/2017).
Mantan Koordinator KontraS itu menjelasan pendirian TPF sangat penting. Sebab besar kemungkinan kasus Novel tak terlepas dari urusan politik.
Menurutnya, Novel diserang karena mengusut keterlibatan petinggi-petinggi pemerintah dan DPR dalam kasus-kasus korupsi.
Baca Juga: Polisi Punya 3 Sketsa Wajah Terduga Penyerang Novel
"Apalagi baru-baru ini, Novel sendiri menyebut ada keterlibatan jenderal polisi dalam penyerangan terhadap dirinya. Jiwanya pun dalam bahaya," kata Usman.
Kata Usman, penyerangan terhadap pegiat antikorupsi bukan terjadi pertama kalinya. Pada Tahun 2010, aktivis Indonesian Corruption Watch, Tama Satrya Langkun diserang oleh beberapa orang pada dini hari. Namun kasusnya masih terbengkalai hingga saat ini.
Berbeda dengan kasus pembunuhan aktivis Munir Said Thalib yang berhasil diungkap pelaku dan motif kejahatannya berkat usaha dari TPF, meski dalang di balik pembunuhan itu tak pernah dipenjarakan. Belajar dari pengalaman dua kasus tersebut, pembentukan TPF dalam penyelesaian kasus Novel Baswedan adalah keharusan.
"Pembentukan TPF kasus Novel ini penting untuk mencegah munculnya korban-korban lain di masa mendatang. Pengawasan kasus ini harus terus dilakukan agar tak berulang kepada siapapun, apalagi kepada mereka yang berusaha menegakkan hukum dan HAM," kata Usman.