Jokowi Sindir SBY dan Prabowo Khawatir Berlebihan

Jum'at, 28 Juli 2017 | 17:45 WIB
Jokowi Sindir SBY dan Prabowo Khawatir Berlebihan
Presiden Jokowi meresmikan perumahan DP 1 persen di Kalimantan Timur. [Foto Kris - Biro Pers Setpres]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa kekuasaan absolut di negara Indonesia sebenarnya tidak dapat dipraktikkan. Apalagi sebagai negara penganut demokrasi Pancasila, Indonesia juga memisahkan kekuasaan ke dalam tiga bagian, yakni legislatif, eksekutif, dan yudikatif.

Hal itu ditambah dengan keberadaan pers dan rakyat sebagai pihak di luar pemerintahan yang dapat turut mengawasi jalannya kekuasaan. Hal ini disampaikan Jokowi menanggapi hasil pertemuan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.

"Perlu saya sampaikan bahwa saat ini tidak ada yang namanya kekuasaan absolut, yang mutlak. Kita ada pers, ada media, ada LSM, ada juga yang mengawasi di DPR. Rakyat juga bisa mengawasi langsung," kata Jokowi ketika dimintai tanggapannya terhadap pertemuan tersebut oleh para jurnalis di Kawasan Greenland International Industrial Center, Cikarang, Jumat (28/7/2017).

Melalui pertemuan pada Kamis malam kemarin, kedua tokoh politik tersebut sempat menyampaikan kekhawatirannya terhadap pemerintah bila sampai melampaui batas sehingga terjadi apa yang disebut dengan "abuse of power". Kepala Negara berpandangan bahwa hal tersebut tidaklah relevan dengan dinamika politik yang terjadi saat ini.

Baca Juga: Rayakan Bulan Kemerdekaan, Istana Gelar Zikir Kebangsaan

"Sangat berlebihan," ujar Jokowi menanggapi.

Bila yang dimaksud ialah mengenai persoalan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang organisasi masyarakat, mantan Gubernur DKI Jakarta ini mengingatkan bahwa Perppu itu sendiri merupakan produk undang-undang. Dalam mengeluarkan Perppu itu, pemerintah juga harus mengikuti mekanisme yang ada.

"Artinya setelah presiden mengeluarkan Perppu itu ada mekanisme lagi di DPR yang di situ juga ada mekanisme yang demokratis. Ada fraksi-fraksi, apakah setuju atau tidak setuju. Artinya sekarang ini tidak ada lagi kekuasaan absolut. Dari mana?" ucap dia.

Pihak-pihak yang tidak menyetujui Perppu tersebut pun masih memiliki mekanisme yang dapat digunakan, yakni melalui Mahkamah Konstitusi (MK). Inilah keterbukaan proses demokrasi yang dijalani Indonesia, bahkan hingga kini.

"Kita ini kan negara demokrasi sekaligus negara hukum. Jadi proses seperti itu sangat terbuka sekali, ada tambahan bonus demo juga tidak apa. Jadi jangan dibesar-besarkan hal yang sebetulnya memang tidak ada," Kata dia sambil berkelakar.

Baca Juga: Ide Jokowi Pakai Dana Haji Untuk Infrastruktur Tak Sesuai UU

Adapun terkait dengan ambang batas pencalonan presiden dalam Pemilu, Jokowi juga mengingatkan bahwa sudah dua kali Pemilu di Indonesia menggunakan ambang batas sebesar 20 persen, tepatnya pada tahun 2009 dan 2014. Dalam dua penyelenggaraan pemilihan tersebut, Indonesia dinilai berhasil melalui ujian demokrasi dengan jujur, adil, dan damai.

Kepala Negara kemudian menambahkan, bila ambang batas pencalonan presiden ditiadakan, apa yang dapat terjadi bila satu partai dengan perolehan suara rendah mencalonkan presiden dan terpilih dalam Pemilu? Bayangkan apa yang terjadi nantinya di Parlemen.

"Kita dulu yang 38 persen saja kan, haduh. Ini proses politik yang rakyat harus mengerti, jangan ditarik seolah-olah _presidential threshold_ 20 persen itu salah. Ini produk demokrasi yang ada di DPR, produknya DPR, bukan pemerintah. Di situ juga ada mekanisme proses demokrasi yang ada di DPR. Kemarin juga sudah diketok dan aklamasi. Itulah yang harus dilihat oleh rakyat," tandas dia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI