Suara.com - Republik Demokrasi Rakyat Korea—nama resmi Korea Utara (Korut)—menegaskan tidak mau menuruti seluruh persyaratan yang dibuat Amerika Serikat (AS), yang dianggap bisa mengakhiri ketegangan politik militer di semenanjung Korea.
AS meminta Korut menghentikan proyek pengembangan sejata nuklir dan menyerahkan seluruh persenjataan tersebut kepada PBB. Namun, Korut menilai syarat itu akal-akalan AS untuk mudah menjajah mereka.
Pemerintah Korut, melalui media pemerintah Rodong Sinmun, menyatakan satu-satunya yang bisa menghentikan ketegangan itu adalah Presiden Donald Trump dan tentara AS harus berlutut meminta maaf kepada rakyat Korea.
Baca Juga: Tiongkok Tangkap Anggota Sekte Pemuja Yesus Perempuan
Persyaratan tersebut merupakan pernyataan terbaru Korut, yang dipublikasikan bertepatan dengan peringatan ‘Hari Kemenangan’ ke-64 dalam Perang Korea (1950-1953). Kemenangan itu ditandai dengan kesepakatan gencatan senjata pada 27 Juli 1953.
”Satu-satunya solusi untuk mengurangi ketegangan di semenanjung Korea adalah AS harus menghapus kebijakan permusuhan mereka kepada rakyat kami yang tanpa dasar itu. Selain itu, mereka juga harus berlutut meminta maaf kepada seluruh rakyat Korea karena selalu menghasut perang,” demikian editorial Rodong Sinmun.
Editorial media massa yang dikelola Partai Pekerja Korea itu juga menegaskan, pemerintah, militer, dan rakyat Korut tidak pernah takut terlibat peperangan dengan negara adi kuasa tersebut.
“Ini adalah tanah air kami, dan akan tetap kami pertahankan kedaulatan serta kemerdekaannya dari penjajahan asing. Kami akan tetap melawan AS hingga seluruh bangsa Korea yang mereka pecah kembali menjadi satu kesatuan.”
Baca Juga: Peringati Hari Kemenangan, Warga Korut Datangi Makam Kim Il Sung