'Operasi Intelijen' SBY yang Memikat Prabowo

Jum'at, 28 Juli 2017 | 09:06 WIB
'Operasi Intelijen' SBY yang Memikat Prabowo
Pertemuan SBY dan Prabowo. [suara.com/ Bagus Santosa]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Tak banyak alat bisa digunakan untuk merayu seorang purnawirawan jenderal sekelas Prabowo Subianto, yang sudah banyak malang-melintang dalam peperangan maupun huru-hara. Namun, siapa sangka, Prabowo mampu diluluhkan hanya dengan sepiring nasi goreng.

Persamuhan politik yang digadang-gadang memunyai pengaruh besar untuk mengubah peta politik nasional jelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2019, akhinya jadi digelar oleh SBY dan Prabowo, Kamis (27/7/2017) malam.

Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Prabowo, bersamuh di Puri Cikeas, Bogor, Jawa Barat.

Pertemuan dua pentolan partai yang berada di luar lingkar kekuasaan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla tersebut, berlangsung sederhana. Setidaknya kalau ditilik dari perjamuannya.

Baca Juga: Jokowi Resmikan Pendidikan Vokasi di Daerah Industri Cikarang

Dalam sesi konferensi pers seusai pertemuan, Prabowo menuturkan suguhan utama dalam pertemuan tertutup tersebut hanya berupa nasi goreng.

"Kami menghasilkan keputusan setelah makan nasi goreng, yang citarasanya luar biasa enak," tutur Prabowo.

Bahkan, Prabowo menuturkan rasa nasi goreng di Cikeas bisa menyaingi nasi goreng 'made in Hambalang', yakni di kediaman pribadinya.

Prabowo lantas berseloroh, SBY sengaja menggelar operasi intelijen terlebih dulu sebelum pertemuan tersebut untuk menemukan "kelemahan" dirinya.

"Intelnya Pak SBY ternyata masih kuat. Tahu saja kelemahan Prabowo itu ada di nasi goreng," tutur Prabowo sembari tertawa.

Baca Juga: Dari Bilik Penjara, Ahok Kirim Utusan Bantu Nenek Sebatang Kara

Sebelum memasuki obrolan serius, SBY ternyata lebih dulu mengajak Prabowo menyantap nasi goreng. Masakan tersebut, ternyata dibeli SBY dari pedagang "nasgor gerobak" yang biasa berjualan keliling dari kampung ke kampung daerah Cikeas.

"Pedagang nasi goreng yang menyajikan makanan pada pertemuan itu memang favorit Pak SBY," tutur Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Hinca Pandjaitan.

Karenanya, Hinca memberi sebutan khusus untuk menandai pertemuan kedua pembesar politik tersebut: "diplomasi nasi goreng".

"Saya bilang ini 'diplomasi nasi goreng'. makanan itu kan terbilang merakyat," tukasnya.

Bukan Koalisi

SBY, dalam konferensi pers yang sama, mengatakan partainya dan Gerindra akan mengawal pemerintahan. Namun, bentuk pengawalan ini tidak bukan dalam bentuk koalisi.

"Kami juga bersepakat tadi untuk meningkatkan komunikasi dan kerjasama, sah. Meskipun tidak dalam bentuk koalisi. Karena kita kenal Koalisi Indonesia Hebat dan Koalisi Merah Putih pun sudah alami pergeseran dan perubahan. Maka kami memilih tidak perlulah harus membentuk yang dinamakan koalisi. Yang penting kita tingkatkan komunikasi dan kerjasama," kata SBY.

Presiden keenam RI ini mengungkapkan, ada dua bentuk pengawalan yang bisa dilakukan saat ini. Pengawalan wilayah politik, kata SBY, koridornya adalah demokrasi, aturan main, konstitusi, undang-undang dan sistem yang berlaku.

Pengawalan kedua, yakni di wilayah gerakan moral. Pengawalan ini  dilakukan lewat amanah yang diberikan kader partai sebagai pejabat negara. Gerakan moral ini, kata SBY, perlu dilakukan apabila perasaan dan kepentingan rakyat dicederai.

"Kalau kami mengetahui, ikut merasakan, rakyat di seluruh tanah air perasaanya kepentingnya aspirasnya tidak lagi didengar oleh penyelengara negara, oleh pemerintah dan oleh pemimpin, wajib hukumnya kita mengingatkan. Kita memebrkan koreksi. Sah. Dan gerakan seperti ini juga secara moral dibenarkan," tuturnya.

Dia menambahkan, apa yang dilakukan Demokrat atau Gerindra dilakukan dalam aktivitas dan gerakan yang beradab dan bertumpu pada nilai demokrasi. Kata SBY, apa yang dilakukan partainya bukan dalam tataran untuk merusak negara.

"Kalau tidak kami lakukan dengan beradab dan bertumpu, tidak demokrasi, apalagi merusak negara, justru gerakan kami yang secara politik dan moral tidak baik," terangnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI