Suara.com - Perdana Menteri Binyamin Netanyahu meminta media Al Jazeera keluar dari negaranya, Rabu (26/7/2017). Netanyahu beralasan media itu telah menghasut massa untuk melakukan protes di sekitar Masjid Al Aqsa.
"Jaringan Al-Jazeera tidak berhenti menghasut kekerasan di sekitar Al Aqsa. Saya beberapa kali telah mengajukan pemintaan ke penegak hukum untuk menutup kantor Al-Jazeera di Yerusalem. Jika tidak ada landasan hukum, saya memberlakukan undang-undang yang diperlukan untuk menghapus Al-Jazeera dari Israel," kata Netanyahu.
Surat kabar Yediot Aharonot melaporkan Netanyahu sedang mempertimbangkan untuk menutup kantor Al-Jazeera di Israel sejak bulan lalu. Dia berkomunikasi dengan kantor pers pemerintah, kementerian luar negeri, dan badan pertahanan untuk mengkaji penutupan kantor Al Jazeera.
Menteri Pertahanan Avigdor Liberman kemudian mendukung langkah tersebut.
Baca Juga: Bantu Kasus Masjid Al Aqsa, PKB dan NU Siap ke Palestina
"Tidak ada alasan bagi Al-Jazeera untuk terus siaran dari Israel, ini bukan media, tapi saluran propaganda dalam gaya Soviet atau Nazi Jerman," katanya.
Sebagian besar dari 34 karyawan jaringan Al Jazeera di Israel adalah orang Arab keturunan Israel. Jika Al Jazeera ditutup maka akan ada pemecatan.
Al-Jazeera merupakan media milik Qatar. Qatar sendiri sudah diputus hubungan diplomatiknya dengan Arab Saudi karena dituduh membela jaringan ISIS di sana.
Al-Jazeera memiliki hampir 80 kantor cabang di seluruh dunia dan disiarkan dalam beberapa bahasa. Arab Saudi dan Yordania baru-baru ini menutup operasi jaringan Al Jazeera. (israelnationalnews)
Baca Juga: Israel Akhirnya Lepas Detektor Logam di Masjid Al Aqsa