Suara.com - Penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan yang baru saja diterbitkan Presiden Joko Widodo mendapat perlawanan dari Presidium Alumni 212 atau pimpinan mantan penggagas aksi Bela Islam jelang pilkada Jakarta.
Seperti telah diketahui bersama, tak lama setelah perppu diberlakukan, badan hukum Hizbut Tahrir Indonesia dicabut pemerintah.
Ketua Presidium 212 Slamet Maarif mengatakan pada hari Jumat (28/7/2017) nanti, Alumni 212 akan melakukan aksi long march dari Masjid Istiqlal ke Mahkamah Konstitusi untuk mendesak mahkamah mengabulkan judicial review terhadap perppu. Dia menyebut aksi ini sebagai jihad konstitusional.
"Kami mengajak kepada umat Islam agar bangkit berjuang mengingatkan yang lupa, meluruskan yang menyimpang, dengan mendukung hakim MK untuk bersikap adil membatalkan perppu tersebut dan meminta Presiden mencabut perppu yang bertentangan dengan UUD 1945 dan kebebasan dalam berorganisasi dan berpendapat," kata Slamet di Masjid Al-Ittihaad, Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (26/7/2017).
Slamet memperkirakan aksi massa lusa akan diikuti sekitar sepuluh ribu orang.
"Awalnya kami ingin long march dari Masjid Istiqlal ke Istana, tetapi karena judicial review yang disampaikan oleh Pak Yusril sudah mulai disidangkan di MK, maka bolanya sudah di MK," kata Slamet.
Slamet menyebut sudah ada 23 ormas yang menyatakan siap turun ke jalan pada hari Jumat.
"Sudah ada 23 Ormas yang sudah beri tahu kita akan ikut, ada dari iluni, GNPF, FPI, dan juga yang lainnya," kata Slamet.
Perppu Ormas diterbitkan pada tanggal 10 Juli 2017. Perppu menyatakan ormas adalah organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesaturan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Ormas dilarang menggunakan nama, lambang, bendera, atau atribut yang sama dengan nama, lambang, bendera, atau atribut lembaga pemerintahan; menggunakan dengan tanpa izin nama, lambang, bendera negara lain atau lembaga/badan internasional menjadi nama, lambang, atau bendera ormas; dan atau menggunakan nama, lambang, bendera atau tanda gambar yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau secara keseluruhannya dengan nama, lambang, bendera, atau tanda gambar Ormas lain atau partai politik.
Perppu juga berisi ketentuan bahwa ormas dilarang melakukan tindakan permusuhan terhadap suku, agama, ras atau golongan; melakukan penyalahgunaan, penistaan, atau penodaan terhadap agama yang dianut di Indonesia; melakukan tindakan kekerasan, mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum, atau merusak fasilitas umum dan fasilitas sosial; dan melakukan kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ormas juga dilarang melakukan kegiatan separatis yang mengancam kedaulatan NKRI, dan/atau menganut, mengembangkan, serta menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila.