Suara.com - Wakil Ketua DPRD Jakarta Triwisaksana atau Sani mengatakan terdapat perbedaan yang mendasar antara Pegawai Negeri Sipil DKI dengan DPRD. Sehingga tidak bisa usulan Tunjangan Kinerja Dewan (TKD) dimasukan ke dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota DPRD Jakarta.
"Sebab DPR dan DPRD ini kan politisi, dia tidak bekerja berdasarkan jam kerja, tidak kerja berdasarkan apa yang dilakukan birokrasi lah," ujar Sani di gedung DPRD, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Rabu (26/7/2017).
Menurut Sani, tunjangan kinerja daerah untuk PNS DKI bisa diterapkan karena mereka memiliki ketentuan jam kerja dan kehadiran. Sementara, politisi bekerja berdasarkan target.
Misalnya dilihat dari penyelesaian Peraturan Daerah yang dibuat atau dilihat dari cara penyelesaian APBD tepat waktu atau tidak.
"Contohnya membahas peraturan daerah, anggaran, perstujuan politik keduanya baik perda atau anggaran dan sebaginya. Jadi tidak ada jam kerja. Lebih ke targetnya, karena substansinya beda," kata Sani.
Lebih jauh, Sani mengatakan acuan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tidak membahas soal kenaikan tunjangan dewan harus seperti TKD.
"Raperda ini kan mengacu pada PP 18-nya, nanti kita akan lihat memungkinkan atau nggak, sebab kan kita agak sulit juga keluar dari regulasi yang di atasnya, karena menyangut masalah keuangan," kata dia.
Meski begitu, politikus PKS ini setuju apabila kenaikan tunjangan pimpinan dan anggota DPRD diatur berdasarkan kinerja dewan. Sejauh ini, kata dia, pimpinan DPRD telah mengimbau kepada seluruh anggota dewan untuk aktif dalam berbagai kegiatan, contohnya seperti menghadiri rapat paripurna, rapat komisi atau badan.
"Kita mendorong supaya anggota aktif, sehingga mereka yang aktif itu ada penghargaan kepada mereka. Makanya itu perlu di cek di PP 18 itu, karena itu payung hukumnya," kata dia.