Suara.com - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti meningkatkan kualitas gizi terutama kadar protein para santri dengan paket bioflok yang dibagikan ke pesantren-pesantren di berbagai daerah.
"Konsumsi ikan anak-anak pesantren cuma 9 kilogram per kapita per tahun, sedangkan rata-rata orang Indonesia sekitar 43 kilogram per kapita per tahun," kata Menteri Susi Pudjiastuti di Jakarta, dikutip dari Antara, Rabu (26/7/2017).
Menurut Susi program tersebut diharapkan dapat menghasilkan penambahan fungsi protein karena semakin banyak ikan yang dapat dihasilkan dan dikonsumsi oleh santri dari lubang bioflok untuk memproduksi ikan.
Menteri Kelautan dan Perikanan juga mengutarakan harapannya agar saat disurvei pada tahun depan, hasil yang diperoleh dari program bioflok tersebut dapat memuaskan.
Susi juga meminta bantuan kepada media agar dapat mengawasi transparansi dan akuntabilitas sehingga bisa dipastikan bahwa ikan yang dihasilkan dimakan oleh para santri di pesantren dan bukannya dijual untuk masyarakat umum.
Sementara itu, Dirjen Budi Daya Perikanan KKP Slamet Soebjakto mengungkapkan, paket bioflok tersebut juga digabung dengan aquafonik sehingga juga bisa ditanam bersama sejumlah komoditas lain, misalnya, cabai.
Selain itu, Slamet juga memaparkan ada program Pakan Mandiri di 71 lokasi kabupaten/kota, serta revitalisasi kawasan perikanan perbaikan teknis seperti di tambak dan kolam, dengan target terehabilitasinya saluran irigasi di 12 kawasan untuk mengairi 1.000 hektar tambak dan kolam.
Sementara di Pangandaran, Jawa Barat, juga ada sejumlah program, seperti revitalisasi rawa dan perairan umum seluas empat hektare sebagai lahan resapan dan sumber air bagi pembudi daya, serta pembangunan unit produksi pakan ikan dan keramba jaring apung offshore atau lepas pantai.
Selain di Pangandaran, pembuatan KJA offshore juga sedang dilakukan di dua tempat, yait pulau Weh, Sabang (Aceh), dan di Kabupaten Jepara (Jateng). Pembuatan KJA tersebut rencananya bakal selesai pada bulan November.
Sebelumnya, KKP juga telah memberikan bantuan usaha budi daya ikan seperti di Lombok, Nusa Tenggara Barat adalah untuk membantu alih profesi mereka yang sebelumnya bekerja menangkap benih lobster.
"Semuanya memang butuh proses. Tidak ada nelayan awalnya mau berpindah langsung seperti menangkap lobster," kata Dirjen Perikanan Budi Daya KKP Slamet Soebjakto.
Menurut Slamet proses transisi merupakan hal yang wajar karena hal tersebut merupakan proses, tetapi pemerintah juga telah mengantisipasi atas dampak ikutan tersebut.
Ia mengemukakan antisipasi itu adalah dengan memberikan kompensasi berupa dukungan untuk kegiatan usaha pembudidayaan ikan, dengan mengalokasikan anggaran senilai Rp50 miliar untuk usaha budi daya ikan.
Kompensasi itu berupa dukungan sarana budi daya ikan untuk 2.246 rumah tangga perikanan eks-penangkap benih lobster masing-masing di Kabupaten Lombok Tengah sebanyak 873 RTP, Kabupaten Lombok Timur 1.074, dan Lombok Barat sebanyak 229 RTP.
Paket yang disediakan senilai Rp20 juta hingga Rp22 juta. Sebanyak 728 paket untuk budi daya rumput laut; 655 paket untuk budi daya ikan bawal bintang; 580 paket budi daya ikan kerapu; 209 paket budi daya lele; 40 paket budi daya bandeng; budi daya udang vanamei 20 paket; dan 14 paket budi daya nila; serta 71 unit perahu sarana angkut rumput laut.