Dianggap Porno, Polisi Larang Diskusi Sastra Karya Enny Arrow

Reza Gunadha Suara.Com
Rabu, 26 Juli 2017 | 09:11 WIB
Dianggap Porno, Polisi Larang Diskusi Sastra Karya Enny Arrow
Poster 'Diskusi Sastra Erotika, Membaca Enny Arrow' tersebut direncanakan digelar di SurauKami/Kopium Kafe, Jalan Tusam Raya 26, Banyumanik, Semarang, Selasa (25/7/2017). [Facebook]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Berdasaran penelusuran Suara.com, terdapat perbedaan besar antara pornografi dan erotisme. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), memang terdapat ambiguitas makna keduanya.

Pada KBBI disebutkan pornografi adalah penggambaran tingkah laku secara erotis dengan lukisan atau tulisan untuk membangkitkan nafsu berahi. Pornografi juga bisa diartikan sebagai bahan bacaan yang dengan sengaja dan semata-mata dirancang untuk membangkitkan nafsu berahi dalam seks.

Namun, makna erotisme jauh lebih tua dan tak terkait-paut dengan pornografi. Akar kata ’erotisme’ sendiri ada di era Yunani kuno, yakni ’eros’ yang berarti ‘hasrat’.

Hasrat atau eros sebagai akar diksi erotis(isme) merujuk pada seluruh vitalitas dalam tubuh manusia: seksualitas, pemikiran kontemplatif, dan daya pencerapan inderawi. Eksplorasi daya erotis manusia ini merupakan jalan agar manusia bisa hidup dalam keutamaan.

Baca Juga: Laman Resmi Pemkab Sukabumi Diretas "Hacker"

Sementara sosok Enny Arrow sendiri masih menjadi misteri di Indonesia. Sejumlah peneliti maupun pegiat sastra meyakini Enny Arrow adalah ’nama pena’ alias samaran.

Laman jejaring sosial katalog digital buku, Goodreads, menuliskan Enny Arrow adalah ’nama pena’ penulis Indonesia bernama Enny Sukaesih Probowidagdo.

Perempuan itu dilahirkan di Desa Hambalang, Bogor, tahun 1924. Semasa penjajahan Jepang, ia belajar stenografi di Yamataka Agency dan direkrut sebagai propagandis heiho serta Keibodan.

Ketika pecah perang nasional kemerdekaan, Enny terlibat aktif sebagai wartawan republikan yang khusus menulis mengenai peperangan di wilayah bekasi.

Ketika terjadi huru-hara perubahan politik serta pembantaian anggota Partai Komunis Indonesia, kaum kiri, dan pendukung Soekarno tahun 1965/1967, Enny memulai debut sebagai penulis fiksi.

Baca Juga: Ngaku Bertapa, Bule Ini Pingsan Tanpa Busana di Kebun Raya Bogor

Karya fiksi pertamanya bertemakan pembantaian anggota PKI dan pendukung Bung Karno  dengan judul ”Sendja Merah di Pelabuhan Djakarta’.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI